Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Putu pun menjelaskan, produk olahan rumput laut di Indonesia dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni agar-agar dan karaginan. Secara global, saat ini Indonesia menempati posisi ke-7 untuk negara eksportir agar-agar dan peringkat ke-6 sebagai negara eksportir karaginan.
Di sisi lain, secara volume ekspor, Indonesia merupakan negara eksportir terbesar untuk komoditas rumput laut kering. Pada tahun 2019, nilai ekspor olahan rumput laut hanya 49,75% dari nilai ekspor rumput laut kering, dengan produk olahan utama yang diekspor adalah karaginan. Sedangkan pada tahun 2020, persentase tersebut meningkat menjadi 53,79%.
Putu menambahkan, Kemenperin terus mendorong pengoptimalan penggunaan produk olahan rumput laut dalam negeri bagi para industri penggunanya. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor sekaligus mendukung kebijakan substitusi impor.
“Selanjutnya, meningkatkan hilirisasi komoditas rumput laut melalui diversifikasi produk olahan rumput laut, mendorong kerja sama antara industri pengolahan rumput laut dengan industri pengguna, serta mendorong kerja sama riset dan pengembangan produk olahan rumput laut dengan lembaga riset dalam dan luar negeri,” terang dia.
Putu optimistis, kebijakan hilirisasi industri rumput laut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir terutama bagi nelayan budidaya dan petani rumput laut. Bahkan, industri berbasis agro ini dapat memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian nasional, seperti dari hasil ekspornya.
Sementara itu, Plant Manager PT Hydrocolloid Indonesia Budhi Sugiharto menyampaikan, pihaknya saat ini fokus untuk memproduksi olahan rumput laut berupa karaginan yang digunakan untuk industri pangan. Tidak menutup kemungkinan perusahaan lokal ini akan mengembangkan inovasi dalam rangka menambah diversifikasi produknya guna memenuhi kebutuhan industri lainnya.
“Dengan basis produksi food grade, kami menerapkan standar yang berlaku dengan memiliki berbagai sertifikasi nasional dan internasional, seperti Halal, Kosher, dan FSSC22000. Kami yakin, produk olahan rumput laut asal Indonesia mampu bersaing di kancah global,” jelasnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memacu produktivitas industri pengolahan rumput laut, Budhi berharap agar pemerintah dapat menerbitkan regulasi atau menjalankan kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Misalnya, perlu menjaga ketersediaan bahan baku, kestabilan harga rumput laut, dan adanya integrasi sektor hulu-hilir untuk memperkuat rantai pasoknya.
Budhi menilai, kunci keberlangsungan usaha industri pengolahan rumput laut salah satunya adalah tata niaga rumput laut yang baik. “Kalau dari segi kualitas, rumput laut kita bisa bersaing. Selain itu, kalau dari segi teknologinya, proses ekstraksi karaginan kita sudah menguasai,” ujarnya.
Ia pun menyebutkan, Hydrocolloid Indonesia mendapatkan bahan baku dari sejumlah wilayah di Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Kebutuhan rumput laut perusahaan tersebut per tahun tercatat sekitar 1.800 ton—2.000 ton dengan produksi karaginan mencapai 450 ton—500 ton per tahun.
Saat ini, Hydrocolloid Indonesia memulai diversifikasi produk karaginan untuk memenuhi kebutuhan industri pasta gigi. “Ini pangsa pasarnya cukup besar, karena produknya digunakan setiap hari oleh masyarakat,” tandas Budhi.
Selanjutnya: Nilai tukar petani pada Oktober naik, kecuali pada subsektor peternakan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News