kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ombudsman: Ada sejumlah maladministrasi dalam proses lelang tambang


Jumat, 25 Januari 2019 / 18:45 WIB
Ombudsman: Ada sejumlah maladministrasi dalam proses lelang tambang


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia telah menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terhadap lelang blok tambang yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hasilnya, ada sejumlah maladministrasi dalam proses lelang tersebut.

Komisioner Ombudsman RI Laode Ida mengatakan, laporan itu diserahkan ke Kementerian ESDM pada Rabu (23/1). Namun, Laode masih belum bersedia untuk menerangkan detail LAHP tersebut.

Kendati demikian, Laode memastikan bahwa kajian administrasi hukum dari proses lelang blok tambang itu sudah dijelaskan rinci dalam LAHP. "Sudah diserahkan ke ESDM, Rabu, dua hari lalu. Kajian administrasi hukumnya sangat jelas, diurai tuntas dalam LAHP Ombudsman," kata Laode saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (25/1).

Menurut informasi yang didapatkan KONTAN, ada sejumlah poin dalam LAHP tersebut. Antara lain, empat maladministrasi dalam proses lelang enam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang dilakukan Kementerian ESDM pada tahun lalu.

Pertama, mengenai penetapan WIUPK, dimana seharusnya wilayah tambang yang bersangkutan berubah terlebih dulu menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Penetapan WPN itu mesti melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penetapan dari WPN menjadi WIUPK perlu mempertimbangkan aspirasi pemerintah daerah.

Kedua, mengenai status wilayah, yang seharusnya WIUPK Operasi Produksi tidak bisa serta merta berubah statusnya menjadi WIUPK Eksplorasi. Sementara poin ketiga dan keempat berkaitan dengan peserta lelang.

Dalam hal ini, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sulawesi Tengah, yaitu PD Konosara, dinilai telah memenuhi persyaratan finansial, namun batal menjadi pemenang lelang. Sementara BUMD PT Pembangunan Sulawesi Tengah tidak mendapatkan kesempatan melakukan evaluasi ulang untuk melengkapi dokumen yang diperlukan.

Berdasarkan temuan itu, Ombudsman pun menyarankan Kementerian ESDM untuk membatalkan keputusan Nomor 1802 K/30/MEM/2018 tentang WIUP dan WIUPK periode 2018. Sebagai informasi, laporan Ombudsman ini bermula dari keberatan pihak Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) dn Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap lelang prioritas yang akhirnya dimenangkan oleh PT Aneka Tambang (Antam) atas Blok tambang nikel di Bahodopi Utara (Sulteng) dan Blok tambang nikel Maratape (Sultra).

Antam mendapatkan kepastian mendapatkan kedua blok tersebut pada tanggal 1 Agustus 2018 untuk Blok Bahodopi Utara, dan 21 Agustus 2018 untuk Blok Matarape. Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1805.K/30/MEM/2018 tentang Harga KDI dan informasi penggunaan lahan WIUP dan WIUPK periode tahun 2018, diketahui luas wilayah dan nilai Kompensasi Data Informasi (KDI) kedua blok tersebut adalah: Blok Maratape seluas 1.681 hektare (ha) dengan harga KDI sebesar Rp. 184,05 miliar, serta Blok Bahodopi Utara seluas 1.896 ha dengan nilai KDI Rp. 184,8 miliar.

Selain kedua blok tersebut, ada empat blok tambang WIUPK lain yang dilelang oleh ESDM. Sehingga, dari enam blok tambang yang dilelang tahun lalu, empat blok yang belum laku rencananya akan dilelang tahun ini.

Yaitu blok tambang nikel Latao di Kolaka Utara dengan luas 3.148 ha, blok tambang nikel Suasua di Kolaka Utara seluas 5.899 ha, blok tambang nikel Kolonodale di Morowali Utara seluas 1.193 ha, dan blok tambang batubara di Bungo seluas 826 ha. Untuk diketahui, blok-blok nikel WIUPK yang dilelang itu merupakan penciutan dari wilayah PT Vale Indonesia Tbk (Inco).

Karena ada pelaporan kepada Ombudsman ini, Antam pun belum bisa mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi dari dua blok tambang yang dimenangkannya. Begitu pun dengan Kementerian ESDM yang terganjal untuk melakuka lelang terhadap empat WIUPK tersisa.

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan pihaknya masih melakukan evaluasi untuk menanggapi laporan Ombudsman ini. Bambang tidak menyebut kapan evaluasi itu bisa selesai, dan masih enggan memberikan tanggapan bagaimana kelanjutan lelang empat WIUPK tersisa maupun dua WIUPK yang telah dimenangkan Antam. "Sudah kita terima, sedang kita evaluasi. Belum tahu, nanti kita lihat hasil evaluasinya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×