Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berselisih paham soal proyek kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur. Jika sebelumnya
PT Pertamina digadang-gadang bisa mengambil proyek itu, kini BUMN itu masih harus bersabar. Belum ada kata sepakat proyek itu diberikan kepada Pertamina.
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) masih mengkaji serta membandingkan keekonomian skema penugasan kepada Pertamina maupun skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Ketua Harian KPPIP Wahyu Utomo menjelaskan, sementara ini pihaknya masih mengikuti ketentuan dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Kemko Ekonomi cenderung ingin memakai skema KPBU dalam pembangunan Kilang Bontang.
Skema KPBU tersebut sampai ada perubahan kebijakan lagi. "Kami akan membahas di rapat KPPIP dan saat ini kami sedang menyiapkan kajian untuk membandingkan skema keduanya," ungkapnya kepada KONTAN, Kamis (24/11).
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyatakan, pembangunan Kilang Bontang memakai skema KPBU akan memakan waktu yang lama, hingga 48 bulan. "Sementara kalau penugasan, dari sisi proses, bisa kita lakukan lima sampai delapan bulan," terang Arcandra, yang juga menjabat sebagai Wakil Komisaris Pertamina di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (24/11).
Dengan penugasan itu, kata Arcandra, diharapkan pembangunan Kilang Bontang bisa dipercepat seperti Kilang Tuban. "Kalau ada protes (dari KPPIP), kami sudah berdiskusi dengan Menko Perekonomian, sebaiknya Kilang Bontang penugasan," ucapnya.
Dalam diskusi itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution akan membolehkan Pertamina. Syaratnya, penugasan proyek itu tidak membebani Pertamina. "Saya sendiri sudah berdiskusi dengan Kementerian BUMN bahwa Pertamina sanggup asal tidak diwajibkan off taker 100%. Jadi kalau ada pendapat lain kami siap berdiskusi," tandas Arcandra.
Vice President Corporate Comunicaton Pertamina Wianda Pusponegoro menyatakan, belum ada perubahan skema pembangunan Kilang Bontang memakai KPBU menjadi penugasan. "Kita mengikuti proses yang ada saja," terangnya, di Gedung Dewan Pers, Kamis (24/11).
Wianda menerangkan, sampai sejauh ini Pertamina masih menunggu proses pemilihan konsultan dari International Finance Corporation (IFC). Setelah adanya konsultan tersebut, baru bisa dipikirkan bagaimana skema KPBU itu bisa dijalankan.
Menurut Wianda, hal ini sangat berbeda dalam hal konfigurasi sisi perencanaan. "Sejauh ini kami belum bisa mengkombinasikan faktor-faktornya seperti apa. Kita berharap, dari IFC sudah ada tindakan lebih jauh," ujarnya.
Sayang, Wianda juga masih belum mengetahui Pertamina akan melakukan kerjasama dengan siapa. Sehingga pihaknya masih belum bisa membeberkan berapa investasi kilang tersebut. "Nanti komposisi akan menentukan apakah ada equity kami disana. Equity juga terkait dengan berapa investasi terkait pembangunan kilang disana," imbuhnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar menyatakan, Pertamina menjadi perusahaan yang siap menjalankan proyek itu. Tapi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) proyek Kilang Bontang harus maksimal, sehingga bermanfaat untuk pasar industri penunjang migas dalam negeri. "Swasta tetap diperlukan, tetapi untuk kilang mini," kata dia.
Fahmi Radhi Pengamat Eenrgi Universitas Gadjah Mada menyatakan, lebih dari 20 tahun Indonesia tidak membangun kilang minyak. Padahal kilang eksisting sudah sangat tua. Dampaknya, impor kebutuhan selalu meningkat hingga mencapai 840.000 barel per hari..
Pemerintah sudah memberikan kesempatan swasta nasional dan asing untuk membangun kilang, tetapi tidak pernah berhasil. Bahkan Aramco sekalipun akhirnya mundur, sebelum membangun kilang di Indonesia. "Penugasan langsung ke Pertamina tidak serta-merta menghilangkan kesempatan bagi swasta untuk membangun proyek pemerintah," ujar Fahmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News