Reporter: Dupla Kartini |
JAKARTA. Biasanya patung replika hewan dan manusia dibuat dari bahan kayu jati atau mahoni. Tapi, di tangan Tony Widodo asal Surabaya, akar jati pun dipahatnya menjadi patung bernilai seni tinggi.
Tony memulai usaha pembuatan patung sejak 2003 di Blora. Bermodal Rp 30 juta, pria asli Surabaya ini memulai usahanya di bawah bendera CV Credo Trophis Gallery. Kala itu dia sudah mengerjakan patung dari bahan akyu jati. Tapi, dia melihat belum ada yang memanfaatkan akar gembol atau jati dari pohon yang sudah hampir mati.
Dia pun mencoba memahat akar jati yang banyak terbuang di Blora menjadi patung. Ternyata, hasilnyanya lebih bagus dan lebih mudah dibentuk dibanding bahan kayu, karena serabut dan lekukan akarnya alami. "Kita pahat model patungnya dengan menyesuaikan struktur bahan akarnya," sebut pria 38 tahun ini.
Lewat tangan 7 pengrajin tetap dan 25 pengrajin freelance-nya, Tony menghadirkan patung hewan atau manusia seperti aslinya. Beberapa model patung yang kerap dibuatnya seperti Singa, beruang, gajah, rusa, burung hantu, dan replika orang. Untuk patung orang, belakangan banyak yang minta dibuatkan replika seperti wujud diri pribadi masing-masing.
Kalau dulu Tony punya tiga tempat pembuatan patung di Blora, Jepara dan Jakarta. Tapi, sekarang semua dipusatkan di Jakarta, hanya bahan baku tetap diambil dari wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Bahan baku diambilnya dari Blora seharga Rp 600.000 (panjang 1,5 m dan diameter 60 cm) hingga Rp 5 juta untuk panjang 2,5 meter dengan diameter 1,5 meter.
Diperlukan waktu sekitar satu hingga dua minggu untuk menyelesaikan sebuah patung, dan yang paling sulit adalah saat pemahatan (carving). Makanya, Tony harus membayar lumayan besar untuk setiap pengrajinnya, berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta sebulan.
Proses pembuatan patung dimulai dengan membersihkan akar jati dan menjemurnya hingga kering, lalu dipahat sesuai yang diinginkan. "Kreasi pahatannya sesuai imajinasi pengrajin, saya tidak campuri, karena hak prerogratif pengrajin, kecuali pesanan dengan model tertentu, ada bagian yang harus diikuti," papar Tony.
Setelah jadi, kemudian patung diamplas dan diberi cairan anti rayap, kemudian masuk finishing dengan cairan kimia. Tiga pilihan finishing yaitu untuk mengkilapkan, natural, dan menghaluskan. Jenis finishing disesuaikan dengan pangsa pasarnya, dan hrganya pun berbeda. Patung dengan teknik finishing menghaluskan, harga jualnya paling mahal, dan ditujukan untuk pembeli asal Amerika Serikat.
Selain memenuhi pesanan, Tony juga rutin menyediakan stok untuk galerinya. Harga patungnya berkisar Rp 2 juta untuk yang kecil seperti burung hantu, hingga Rp 45 juta untuk patung besar.
Saban bulan, dia mengaku bisa menjual sekitar 100 unit patung bervariasi jenisnya. Omsetnya mencapai Rp 200 juta sebulan, dengan margin lebih dari 50%.
"Hasil karya seni seperti ini tidak bisa dinilai hanya dengan uang, karena yang kami jual adalah nilai seninya," terang bapak satu anak ini.
Pemasaran patungnya 70 persen di dalam negeri, dan sisanya ekspor di 18 negara di kawasan Amerika, Eropa dan Asia.
Tony menyebut bisnis ini sangat prospektif, sebab selain pemainnya yang terbatas, dia menyebut para pecinta karya seni selalu saja ada. Makanya, dia akan memaksimalkan produksinya dan berpromosi lewat berbagai pameran.
"Apalagi saat ini saya punya sekitar 5000 akar jati yang belum digunakan, jadi permintaan besarpun bisa saya penuhi," sebutnya yakin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News