Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengakui adanya pabrik pemurnian atau smelter yang membeli bijih nikel di bawah Harga Patokan Mineral (HPM) yang telah ditentukan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Menurut Dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno, isu ini kerap menimpa para penambang kecil dengan jenis izin, Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Dalam praktiknya, ada kasus dimana smelter mencoba menawar (membeli) dengan harga di bawah HPM. Hal ini sering menjadi sorotan dalam hubungan antara penambang kecil dan smelter," kata dia kepada Kontan, Kamis (8/5).
Djoko bilang, ini terjadi karena adanya perbedaan izin antara pemilik tambang dengan pemilik smelter.
Smelter stand alone atau smelter tanpa tambang menggunakan Izin Usaha Industri (IUI) yang diperoleh izinnya melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Bukan IUP yang berlaku untuk penambang atau smelter terintegrasi (memiliki tambang).
"Penambang kecil yang tidak punya banyak pilihan pembeli akhirnya terpaksa menjual di bawah HPM agar produknya terserap," ungkapnya.
Baca Juga: Larangan Ekspor Nikel Filipina, Industri Smelter RI Terancam Kekurangan Bahan Baku
Selain itu, kata Djoko, pembelian di bawah HPM juga akan mendorong adanya distorsi pasar. Karena HPM yang seharusnya menjadi acuan minimal harga nasional, menjadi tidak efektif secara universal karena ada smelter yang lepas dari pengawasan ESDM.
"Ini menunjukkan perlunya harmonisasi antara Kementerian ESDM dan Kemenperin, agar semua pelaku industri nikel, baik penambang maupun smelter, tunduk pada sistem harga yang adil," kata Djoko.
Sebelumnya, Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) juga mengeluhkan hal yang sama. Menurut ketua ABI, Ronald Sulistyanto, harga yang tidak sesuai HPM membuat para pengusaha menghentikan produksi pada tambang mereka.
"Tercatat di kami, dari 69 pengusaha tambang, sekarang hanya sekitar 15 sampai dengan 20 pengusaha saja yang masih berproduksi," ungkap Ronald, Minggu (4/5).
Ronald menambahkan, sebagian besar tambang bauksit yang masih beroperasi adalah tambang dengan kapasitas yang besar.
"Selebihnya hanya bertahan hidup agar mesin produksinya tidak karatan, supaya juga tidak merumahkan karyawannya," tambahnya.
Baca Juga: Kuasai 65% Pasokan Nikel, Begini Dampak Pelemahan Industri di China ke Harga Nikel RI
Selanjutnya: Profil Fabian Ruiz, Geladang PSG yang Cetak Gol Penting di Semifinal Liga Champions
Menarik Dibaca: Promo Guardian Super Hemat hingga 14 Mei, Tambah Rp 1.000 Dapat 2 Senka Face Wash
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News