Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID -
JAKARTA. Efek gulir dari pandemi Corona telah mengancam kinerja produksi dan penjualan nikel Indonesia. Tak hanya bijih atau ore, Corona juga mengganjal produksi dan penjualan produk olahan nikel yang dihasilkan smelter di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan, kondisi saat ini sangat berdampak terhadap para penambang nikel. Produksi ore pun menurun lantaran banyak pelaku usaha yang menahan aktivitas penambangan. Bahkan, kata Meidy, tak sedikit yang sudah memilih untuk menghentikan produksi.
Baca Juga: Wabah corona tak menghambat ekspansi Aneka Tambang (ANTM)
"Minggu lalu saya dari Sulawesi, banyak yang mengeluh Corona. Tidak berani turun ke lokasi (pertambangan). Beberapa perusahaan juga meliburkan sebagian karyawan," kata Meidy saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (20/3).
Di samping itu, penurunan produksi juga terjadi lantaran permintaan dari smelter domestik juga ikut merosot. Sebab, saat ini para pelaku usaha tak punya pilihan lain untuk memasarkan ore nikel yang sudah ditambang, mengingat pemerintah sudah mempercepat larangan ekspor per 1 Januari 2020 lalu.
Saat ini, produksi smelter domestik juga menurun dengan mempertimbangkan permintaan pasar serta faktor teknis seperti ketersediaan tenaga kerja. "Jadi (Corona) sangat berdampak. Produksi smelter juga kan ikut turun," ujar Meidy.
Selain itu, sambungnya, sejumlah penambang sebenarnya juga sudah menahan produksi ore nikel sebelum merebaknya wabah Corona. Hal tersebut terjadi lantaran setelah ekspor ore ditutup, tata niaga dan harga nikel domestik masih belum diatur. Pasalnya, harga nikel domestik saat ini belum sesuai dengan keekonomian penambang.