Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah perlu segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 mengenai kebijakan impor.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho mengatakan, dampak negatif dari kebijakan ini telah mulai terlihat, khususnya dalam industri komputer, barang elektronik, dan optik, yang mengalami penurunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada September 2024 akibat lonjakan produk elektronik impor.
Permendag 8: Karpet Merah untuk Produk Impor
"Permendag 8 ini perlu segera direvisi, tidak hanya untuk sektor elektronik, tetapi juga sektor-sektor lainnya. Saat ini, peraturan tersebut seolah menjadi karpet merah bagi produk-produk impor untuk masuk ke Indonesia tanpa mekanisme yang jelas terkait kebutuhan dalam negeri. Pemerintah harus memiliki mekanisme yang lebih matang untuk mengukur seberapa besar kebutuhan impor, apakah semuanya benar-benar diperlukan," ujar Andry dalam wawancara dengan Kontan, Selasa (1/10).
Baca Juga: PMI Manufaktur September 2024 Naik Tipis, Menperin: Kondisinya Masih Kontraksi
Ia menambahkan bahwa Kementerian Perdagangan seharusnya memanfaatkan neraca komoditas untuk menentukan kebutuhan impor, khususnya untuk produk-produk jadi. Hal ini diperlukan agar impor tidak merugikan industri dalam negeri.
Neraca Komoditas Sebagai Solusi Pengawasan Impor
Menurut Andry, penting bagi pemerintah untuk mengawasi masuknya produk impor dengan lebih ketat.
"Kita tidak harus melarang impor, tetapi lebih kepada pengawasan ketat agar proses industri domestik tetap memiliki kesempatan untuk berkembang. Neraca komoditas bisa menjadi alat yang efektif untuk menyeimbangkan kebutuhan impor dan kepentingan industri lokal," jelasnya.
Ia juga memperingatkan bahwa Tiongkok saat ini tengah mengalami kelebihan pasokan (oversupply) di berbagai sektor industri. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar potensial bagi ekspor produk-produk Tiongkok.
"China sedang mencari pasar potensial untuk produk mereka, dan tanpa pengawasan yang lebih baik, Indonesia dapat menjadi target utama ekspor mereka," lanjut Andry.
Baca Juga: Industri Barang Elektronik dalam Negeri Tergerus Impor dan Penurunan Pesanan
Industri Elektronik Nasional Terpukul Akibat Maraknya Impor
Febri Hendri Antoni Arif, Juru Bicara Kementerian Perindustrian, menyoroti bahwa industri elektronik nasional kembali menghadapi tantangan berat pada kuartal ketiga tahun ini akibat banjirnya produk impor.
"Kami memantau bahwa utilisasi pabrik elektronik nasional berada di bawah 50 persen. Kondisi ini diperparah oleh Permendag 8 yang membebaskan kode Harmonized System (HS) untuk barang elektronik dan barang jadi lainnya," kata Febri dalam konferensi pers pada Senin (30/9).
Selain harus bersaing dengan produk impor, permintaan produk elektronik baik dari pasar domestik maupun ekspor juga mengalami penurunan. Beberapa perusahaan besar, seperti PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN) dan PT Siix Electronics Indonesia, melaporkan adanya penurunan pesanan sebesar 5-15 persen.
Selanjutnya: Aksi Nyata Restorasi Alam & Edukasi Lingkungan melalui Ekoriparian di UMRI & UNILAK
Menarik Dibaca: SunCable Resmikan Taman Penelitian Energi Terbarukan Pertama di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News