Reporter: Abdul Basith, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan penjualan otomotif dan mulai digunakannya campuran karet alam untuk pembangunan infrastruktur diharapkan bisa mendongkrak kinerja industri pengolahan karet dalam negeri. Apalagi harga karet internasional juga mulai naik.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan, meskipun kontribusi permintaan karet dari ban masih belum berpengaruh besar, tetapi dengan pemanfaatan karet untuk pembangunan infrastruktur, penyerapan karet di pasar domestik bakal meningkat.
Karet alam saat ini hanya menyumbang sekitar 45% untuk bahan baku ban. "Sejauh ini kebutuhan karet alam di pasar domestik hanya sekitar 600.000 MT, dari total produksi per tahun yang mencapai 3,3 juta MT," ujarnya ke KONTAN, Selasa (23/1).
Untuk meningkatkan penyerapan karet domestik, dia berharap pemerintah mempercepat proyek penggunaan campuran karet alam untuk aspal dan campuran pembangunan gedung. "Bila rencana mencampur karet dengan aspal berjalan, maka akan menambah permintaan karet domestik," imbuhnya.
Apalagi pada saat ini pemerintah tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Dengan begitu maka otomatis permintaan terhadap karet di pasar lokal akan turut meningkat tajam. Penggunaan karet untuk campuran aspal selain meningkatkan penyerapan karet lokal, juga dipercaya akan meningkatkan kualitas dan daya tahan jalan sampai 50% .
Dia berharap, uji coba pencampuran karet dengan aspal masih bisa segera dilakukan secara masal. Dengan begitu Gapkindo optimis harga karet dalam negeri akan ikut meningkat. "Ini akan menciptakan permintaan yang baru, apalagi bila jumlahnya signifikan, berarti akan memberi support harga karet dalam negeri," terang Moenardji.
Pengaruhi harga global
Daniel Tirta Kristiadi, Direktur PT Kirana Megatara Tbk mengatakan, kenaikan permintaan karet di pasar domestik diharapkan bisa mempengaruhi pasar global yang saat ini sedang surplus pasokan.
Dia menyebutkan pada saat ini produksi karet Indonesia menyuplai sekitar 20% dari total kebutuhan karet di dunia. "Kenaikan harga karet domestik hanya bisa terjadi kalau permintaan karet dalam negeri dalam volume atau skala yang cukup besar," ujar.
Selain peningkatkan permintaan pasar domestik, direktur perusahaan publik dengan kode saham KMTR ini juga menyarankan agar negara-negara produsen karet besar dunia tetap konsisten mengendalikan suplai karet di pasar global.
Pengendalian ini perlu dilakukan terus menerus sehingga terjadi equilibrium baru bagi permintaan dan penawaran yang dapat menaikkan harga karet dunia.
Seperti diketahui, tiga negara produsen karet yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand sepakat mengurangi ekspor karet mulai Desember 2017 sebanyak 350.000 ton. Pengurangan ekspor dengan skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ini diharapkan mendongkrak harga karet dunia.
Akibat pembatasan ekspor karet yang akan dilakukan sampai 31 Maret 2018 itu, harga karet dunia terus meningkat. Jika harga karet November 2017 masih di kisaran US$ 1.410 per ton, saat ini harga meningkat mencapai US$ 1.536 per ton.
Untuk mempertahankan kan harga, Daniel juga meminta besaran pertumbuhan lahan perkebunan karet baru diatur. Hal ini harus dilakukan dalam kerjasama dengan negara produsen karet lain, agar lebih mudah dijalankan dan berpengaruh pada harga karet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News