Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemanfaatan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) oleh kelompok industri kian meningkat. Tercatat, sejumlah sektor industri memang memanfaatkan penyediaan listrik dari PLN seperti industri otomotif, semen, smelter dan tekstil.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengungkapkan sebagian industri otomotif memang telah memanfaatkan listrik dari PLN. "Mereka punya pembangkit listrik sendiri (tapi) hanya untuk standby atau emergency," kata Jongkie kepada Kontan, Selasa (5/4).
Sementara itu, Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azzam menjelaskan perusahaan menggunakan penyediaan listrik oleh PLN. "Kalaupun ada yang dilakukan sendiri, itu dalam rangka mengurangi emisi dan (meningkatkan) energi baru terbarukan seperti cogen (dengan) menggunakan gas dan solar panel," terang Bob.
Baca Juga: Genjot Investasi EBTKE, Regulasi Pendukung Diharapkan Segera Rampung
Bob melanjutkan, untuk tahun 2023 mendatang diharapkan 10% sumber energi perusahaan sudah dapat dipasok dari EBT.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Pan Brothers Tbk (PBRX) Iswar Deni menjelaskan perusahaan saat ini 100% memanfaatkan suplai listrik dari PLN. Di saat bersamaan perusahaan tengah mengembangkan proyek PLTS Atap. "Target roof solar panel untuk kuartal II 2022 akan operasional dengan kapasitas sampai 2.554 kilo Watt peak (kWp)," terang Deni.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, saat ini industri tekstil dan produk tekstil (TPT) umumnya telah beralih menggunakan listrik PLN. "Saat ini anggota kami sudah mematikan pembangkit listriknya dan beralih ke PLN," jelas Redma, belum lama ini.
Redma mengungkapkan, salah satu faktor yang mendorong peralihan yakni sulitnya industri TPT memenuhi pasokan batubara untuk pembangkit sendiri.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handoyo mengungkapkan, secara umum kebutuhan batubara industri smelter cukup beragam. "Kalau untuk (smelter) nikel rata-rata sudah pakai listrik (dari PLN) tidak pakai batubara (pembangkit sendiri) lagi," ungkap Jonathan kepada Kontan, Senin (28/3).
Jonathan melanjutkan, penggunaan batubara untuk industri smelter memang kian menciut setiap tahunnya. Salah satu faktornya yakni mulai beralihnya industri menggunakan layanan listrik dari PLN.
Baca Juga: PLN akan Tambah Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT hingga 228 MW Tahun Ini
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan sejumlah alasan mengapa industri tak lagi menggunakan pembangkit sendiri dan beralih ke layanan PLN.
Menurutnya, peralihan ini bergantung pada jenis pembangkit yang digunakan industri dan biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan. "Untuk beberapa industri yang menggunakan PLTU dengan harga batubara menggunakan harga pasar, maka jauh lebih murah menggunakan listrik dari PLN," kata Fabby kepada Kontan, Rabu (30/3).
Fabby mengungkapkan, dengan harga batubara untuk kelistrikan yang dipatok sebesar US$ 70 per ton maka ada jaminan harga biaya bahan bakar yang lebih murah jika menggunakan listrik dari PLN. Fabby menambahkan, untuk industri pengguna PLTS Atap justru dapat memperoleh tarif listrik 5% hingga 15% lebih murah ketimbang tarif industri oleh PLN.
Selain itu, sejumlah industri umumnya berniat untuk menggunakan energi baru terbarukan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Hal ini demi menjamin daya saing produk khususnya untuk pasar ekspor.
Fabby menyebutkan, ada sejumlah industri yang mulai beralih menggunakan listrik dari PLN antara lain industri tekstil dan apparel, industri manufaktur, industri semen hingga industri pertambangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News