Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Niat pemerintah mengkaji sejumlah opsi untuk menurunkan harga gas industri menuai tanggapan positif dari pelaku usaha tanah air.
Ketua Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Eddy Suyanto mengatakan, pelaku usaha menyambut baik upaya penyesuaian harga gas yang dinilai mendorong daya saing industri keramik menghadapi produk impor.
"Ini juga sebagai peluang meningkatkan ekspor terutama ke Filipina, Taiwan, Korsel, Australia dan negara tetangga Asean," kata dia ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Baca Juga: BPH Migas : Penurunan harga gas industri perlu dibarengi infrastruktur
Eddy menambahkan, lewat penurunan harga gas industri diharapkan dapat mendorong tingkat utilisasi nasional kembali ke kisaran 90% dimana saat ini masih berada di sekitar 70%. Hal ini dapat menjadi angin segar bagi kemajuan industri keramik yang sedang terpuruk.
Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan memberikan tanggapan seragam. Menurutnya, dengan opsi pemerintah yang akan menghilangkan porsi pemerintah dalam sisi fiskal merupakan yang paling efektif dan cepat untuk dilaksanakan.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengungkapkan jatah pemerintah sebesar US$ 2,2 per MMBTU. "Misalnya, PNBP US$ 2,0 / MMbtu dihilangkan maka harga gas yg baru akan turun sebesar US$ 2,0 / MMbtu. Bila saat ini suatu perusahaan membayar US$ 9,18 / MMbtu, maka harga barunya adalah US$ 7,18 / MMbtu," jelas Yustinus.
Dia menambahkan, selama ini harga gas merupakan kendala utama dan terberat dalam pertumbuhan industri. Selain itu, menurutnya pemerintah perlu memperhatikan sisi infrastruktur demi menggerakkan manufaktur.
"Tuntaskan pipa Cirebon - Semarang sehingga pipa terkoneksi dan distribusi bisa maksimal untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi," lanjut Yustinus.
Baca Juga: BPH Migas : Penurunan harga gas industri perlu dibarengi infrastruktur
Disisi lain, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, pemerintah perlu berhati-hati dalam penentuan kebijakan DMO gas.
"Batasannya jangan sampai menjadi kontraproduktif dengan iklim investasi hulu gas itu sendiri," ungkap Komaidi kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Ia menjelaskan, dampak negatif dari formulasi kebijakan yang kurang tepat yakni menurunnya minat investasi hulu gas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News