Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Stakeholders tata niaga beras merumuskan tiga jenis beras untuk menentukan Harga Eceran Tertinggi (HET). Pertemuan yang dilakukan di kantor Kementerian Perdagangan (Kemdag) pada 31 Juli 2017 lalu menghasilkan usulan untuk tata niaga beras.
"Diusulkan tiga jenis beras yaitu medium, premium, dan khusus," ujar Sutarto Alimoeso, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).
Menurut Soetarto yang terpenting adalah membedakan beras medium dan premium. Hal tersebut dikarenakan beras medium dapat dijadikan beras premium. Sementara Soetarto beranggapan bahwa pembedaan beras tersebut akan berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI).
Mengenai harga, Soetarto belum dapat memastikan patokan untuk HET yang akan diberlakukan. Pasalnya setiap daerah berbeda. Harga normal gabah menurut Soetarto sekarang Rp 4.300 per kilogram (kg) sampai Rp 5.000 per kg.
Perbedaan antara beras medium dan beras premium juga berpengaruh pada harga produksinya. Oleh karena itu Soetarto menjelaskan pelaku usaha perberasan mengusulkan harga yang berbeda antara beras medium dan premium. Penggilingan beras biasanya seharga Rp 450 per kg sampai Rp 500 per kg.
Setelah melalui penggilingan beras, beras premium harus melalui proses lebih lanjut. Terdapat berbagai macam biaya seperti pengeringan dan pengangkutan. Hal tersebut memerlukan biaya tambahan untuk menghasilkan beras premium sesuai dengan SNI dan itu telah disampaikan pada pertemuan di Kemdag.
HET yang sebelumnya tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 47 tahun 2017 dirasa oleh Soemitro masih terlalu rendah. Pada Permendag No. 47 tahun 2017 HET sebesar Rp 9.000 per kg.
Selain itu Soetarto menjelaskan tidak ada pembahasan pembatasan produksi antara beras medium dan premium. HET nanti menjadi kewenangan dari Kemdag.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News