Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha perkebunan yang terlanjur melakukan kegiatan usaha di hutan produksi yang dapat dikonversi (HKP) tanpa terlebih dahulu adanya hasil tim terpadu dinilai bukan perbuatan melawan hukum.
Pakar Hukum Kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia Dr Sadino mengatakan, hal ini sesuai penjelasan Pasal 19 ayat (1) PP No. 10 tahun 2010, dimana pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi bisa dilaksanakan tanpa melalui penelitian Tim Terpadu.
Terlebih apabila dikaitkan dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Karena kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi merupakan kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian tim pusat dan daerah serta lintas sektoral, pada saat paduserasi kawasan hutan dan rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi,” kata Sadino dalam keterangan tertulis, Kamis (16/2).
Baca Juga: Kunjungi IKN Nusantara, Duta Besar Swiss Tertarik Jalin Kerjasama
Menurut Sadino, tim terpadu yang dimaksud dalam Pasal 19 merupakan amanat dari UU agar segera disusun Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, yang mencakup perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Dari amanat tersebut, meskipun dalam pelaksanaannya sangat terlambat, karena sudah berjalan lebih dari 10 tahun, Pemerintah baru mengeluarkan PP Nomor 10 tahun 2010 tentang Perubahan dan Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan,” kata Sadino.
Apakah dalam hal perizinan lahan perkebunan yang bersumber dari Tata Ruang Wilayah memerlukan Kajian Tim Terpadu?
Sadino menjelaskan, pembentukan Tim Terpadu merupakan kewenangan Pemerintah, bukan kewenangan pelaku usaha. Diperlukan atau tidaknya ada di dalam proses yang diatur oleh Pemerintah.
“Ada ketentuan hukum yang mewajibkan pembentukan Tim Terpadu, ada juga yang tidak. Untuk melaksanakan proses perizinan perkebunan yang memerlukan pelepasan Kawasan hutan juga mekanisme ada pada Pemerintah, karena pelaku usaha adalah sebagai yang mengajukan permohonan,” jelas Sadino.
Baca Juga: Pembangunan IKN Dikebut, Ini Rencana Tiga Akses Menuju IKN Nusantara
Sadino menambahkan, PP 10 tahun 2010 dalam Pasal 1 angka 11. HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Artinya untuk perkebunan tidak dilarang karena sesuai peruntukannya.
“Dalam hal permohonan pelepasan kawasan hutan, dapat dilakukan secara parsial. Perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial dilakukan melalui, tukar menukar kawasan hutan, atau pelepasan kawasan hutan,” tambahnya.
Meski demikian, lanjut Sadino, pelepasan kawasan hutan tidak dapat diproses pada provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30%, kecuali dengan cara tukar menukar kawasan hutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News