Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Harga karet terus meningkat. Selasa lalu (30/3), harga karet di di Tokyo Commodity Exchange (TCOM) telah menembus ¥ 327 per kilogram (kg) atau setara dengan US$ 3,53 per kg. Ini merupakan harga tertingginya sejak September 2008. Dus, jika dihitung sejak awal 2010, harga karet sudah melejit 13%.
Menurut Chaiwat Muenmee, Analis DS Futures Co. di Bangkok, seperti beritakan Bloomberg, pasar kontrak karet mulai rebound lantaran turunnya pasokan karet dari Thailand. Pasokan karet alam dari Thailand menyusut karena musim kering yang berkepanjangan di bagian selatan Thailand. Agricultural Futures Exchange Thailand juga mengakui pasokan lateks ikut turun; padahal permintaan karet dari industri otomotif justru tengah menanjak.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo menambahkan, faktor cuaca memang sangat mempengaruhi produksi karet. "Kalau hujan terus menerus, frekuensi penyadapan karet ikut turun; begitu juga jika terjadi musim kering berkepanjangan," katanya, Rabu (31/3).
Harga minyak mentah dunia yang kembali di atas US$ 80 per barel juga ikut mendorong penguatan harga karet di pasar dunia. "Soalnya, bahan baku karet sintetis berasal dari karet mentah," imbuh Suharto.
Tak heran, kontrak karet untuk pengiriman Mei di bursa Thailand juga membukukan peningkatan hingga 2,5% menjadi 114 baht (US$ 3,52) per kg. Harga tersebut merupakan yang paling tinggi sejak kontrak karet diperdagangkan di Thailand Agricultural Futures Exchange pada tahun 2004 silam.
Selama ini, Thailand yang merupakan negara eksportir karet terbesar di dunia, sangat puas dengan harga yang telah melejit tinggi berkat menguatnya nilai tukar mata uang baht di tengah meningkatnya permintaan karet dunia dan terbatasnya pasokan karet.
Tahun ini, produksi karet Negeri Gajah Putih tersebut diprediksikan mencapai 3,1 juta ton. Dari produksi tersebut, sebanyak 2,85 juta ton dilempar ke pasar ekspor.
Saat ini, pemerintah Thailand memang tidak akan meningkatkan stok dan akan menyerahkannya kepada eksportir untuk mengelola karet negara itu. "Harga telah melampaui titik fundamental," kata Supachai Phosu, Deputi Menteri Kementerian Pertanian Thailand kepada Bloomberg, Rabu (31/3).
Konon, kini pemerintah Thailand menyiapkan anggaran sebesar 8 miliar baht atau setara dengan US$ 247 juta dari kas negara untuk mendukung para petani karet. PEmerintah berencana memborong lateks dari para petani karet ketika harganya sedang jatuh.
Wakil Ketua Komite Karet Nasional Aziz Pane menilai, peningkatan harga karet di pasar internasional dan menurunnya produksi karet di Thailand harusnya bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengerek produksi karet nasional. "Kita harus bisa memanfaatkan penurunan pasokan karet dari negara produsen dan harga yang fleksibel ini," tegas Aziz.
Sayangnya, kontrak karet dari Indonesia memiliki jangka waktu panjang, yaitu 10 tahun. Panjangnya masa kontrak ini membuat eksportir maupun petani karet Indonesia tidak bisa menikmati manfaat pasokan karet yang rendah sekaligus peningkatan harga karet di pasar dunia.
Menurut Aziz, sejumlah negara terus memburu karet Indonesia. Misalnya, India yang kini membutuhkan pasokan karet cukup banyak untuk beberapa industrinya yang tengah menggeliat. Namun menurut catatan KONTAN, industri ban dalam negeri India hanya menyerap sekitar 60% dari total produksi kare India setiap tahunnya. Tahun ini, produksi karet India diperkirakan naik sebesar 26.000 ton dari tahun lalu menjadi 848.000 ton.
Melihat fenomena ini, Aziz meminta PT Perkebunan Nusantara (PTPN) memonitor produksi karetnya sekaligus terus memantau perkembangan kondisi pasar internasional. "PTPN harus bisa menangkaap peluang ini, jangan hanya melihat jangka pendek saja," tegasnya.
Tahun ini, PTPN III menargetkan produksi karet kering sebanyak 40.436 ton atau meningkat 6,2% dibanding realisasi produksi 2009 sebanyak 38.092 ton. Saat ini, luas areal perkebunan karet PTPN III tercatat 37.854 hektar.
Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Gapkindo Asril Sutan Amir memperkirakan pasokan karet dunia tahun ini memang terbatas. Dia memperkirakan, produksi karet Indonesia tahun ini tak bisa melebihi 2 juta ton, lebih rendah dibandingkan produksi 2009 sebanyak 2,4 juta ton dan 2008 sebanyak 2,7 juta ton.
Sementara Thailand tak akan mampu memproduksi karet lebih dari 3 juta ton tahun ini. Adapun Malaysia maksimal hanya bisa memproduksi 900.000 ton karet di tahun ini. International Rubber Study Group memprediksi, tahun ini, negara-negara produsen karet akan memasok ke pasar dunia sebanyak 10,6 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News