Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Rencana pemerintah untuk melonggarkan kebijakan ekspor konsentrat mineral atawa ore masih terganjal. Kementerian ESDM menyatakan Tim Perumus Relaksasi Ekspor Mineral yang membahas beleid tersebut hingga kini belum memiliki kesimpulan pasti.
Tim belum juga menemukan jalan keluar, terutama untuk memaksa kontraktor kontrak karya agar mau berganti menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Padahal sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, semua pemegang KK mineral logam dan IUP operasi produksi mineral logam hanya ekspor konsentrat tiga tahun sejak aturan itu diundangkan atau hingga 12 Januari 2017.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan, hingga kini masih banyak perbedaan pandangan diantara anggota tim Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara. Perbedaan itu terutama mengenai apakah perubahan KK menjadi IUPK sama dengan amandemen kontrak, yakni mengubah porsi divestasi saham, perpanjangan kontrak, juga pengurangan luas wilayah. "Kemudian stabilisasi apakah nanti perusahan akan memakai naildown atau pre filling," katanya, Jumat (16/12).
Di sisi lain, Tim menilai, UU Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (Minerba) multi tafsir, sehingga pemerintah kesulitan merevisi Peraturan Pemerintan (PP) maupun Peraturan Menteri (Permen) ESDM. "Karena beberapa angle dalam tafsir tersebut. Kami sendiri ingin mengambil keputusan yang tidak melanggar hukum. Makanya alot," tandasnya.
Pakar Hukum Sumber Daya alam Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi yang ikut merumuskan aturan relaksasi ekspor menjelaskan, perubahan status dari KK menjadi IUPK secara seketika akan menimbulkan masalah. Kendati berubah menjadi IUPK, kegiatan mengekspor mineral yang belum diolah dan dimurnikan setelah Januari 2014 tetap menyalahi UU Minerba.
"Bentuk pemberian izin ekspor bagi IUP/IUPK harus melalui perubahan UU Minerba baik melalui perubahan UU atau melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU," katanya kepada KONTAN, (18/12). Selain itu, perubahan kontrak tidak bisa dilakukan sepihak dan hanya boleh dilakukan setelah melalui amandemen oleh kedua belah pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News