kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45902,52   -24,21   -2.61%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini timbangan dampak relaksasi ekspor mineral


Selasa, 11 Oktober 2016 / 14:11 WIB
Begini timbangan dampak relaksasi ekspor mineral


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Ekspor mineral mentah akan dibuka lagi mulai Januari 2017. Rencana pembukaan keran ekspor mineral mentah ini menuai banyak protes  berbagai kalangan, termasuk investor yang sudah membangun pabrik pengolahan mineral (smelter).

Agar memuluskan langkah pelonggaran ekspor, pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah No 1/2014 Tentang Pelaksana Kegiatan Mineral dan Batubara (Minerba). Komoditas yang boleh ekspor lagi adalah konsentrat tembaga, bijih besi, pasir besi, timah, timbal, seng, zirkonium, mangan, bijih nikel dan bauksit.

Sebelumnya ekspor 10 komoditas itu disetop  sejak Januari 2014. Komoditas itu harus diolah dan dimurnikan. Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Trenggono Sutiyoso mengatakan, ekspor ore seharusnya hanya insentif bagi perusahaan yang telah menambang untuk kepentingan pengolahan dalam negeri dan  menghasilkan produk bijih yang tidak ekonomis atau terserap di dalam negeri.

Sehingga, kadar yang tidak  digunakan di dalam negeri boleh ekspor. "Keuntungan ekspor menjadi insentif bagi pembangunan smelter baru. Sebab upaya ini menambah pendapatan, menekan biaya produksi bijih kadar tinggi dan konservasi cadangan bijih," ungkapnya kepada KONTAN, Minggu (9/10).

Terkait kelebihan suplai bijih dan produksi akibat ekspor ore, menurut Trenggono bisa diminimalisir bila ada  kontrol dan insentif atau disinsentif pengendalian ekspor bijih. "Idealnya yang diekspor material ikutan sebagai produk  tertambang untuk menyediakan ore yang dikonsumsi dalam negeri," kata Trenggono.

Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Nico Kanter mengatakan, relaksasi ekspor mineral akan membawa efek positif maupun negatif, tergantung komoditas yang direlaksasi. Relaksasi ekspor bijih nikel merugikan rakyat dan negara, lebih tepat jika pemerintah konsisten menerapkan kebijakan peningkatan nilai tambah untuk nikel.

"Sejak larangan ekspor bijih, pasar nikel dunia bergeser sedikit ke arah defisit dan banyak sekali investasi pada smelter nikel di Indonesia," urainya kepada KONTAN, Minggu (9/10).

Sementara itu, Direktur Central for Indonesian Resources Strategic Studies Budi Santoso menyatakan, kerugian mengekspor mineral mentah seperti nikel, bauksit maupun tanah jarang, mengurangi cadangan, keamanan dan ketahanan industri nasional. 

"Pengelolaan mineral harus ditujukan pada pemenuhan pasokan dalam negeri dan daya saing nasional," terangnya, ke KONTAN, Minggu (9/10). Sedangkan keuntungan mengekspor bahan mentah hanya jangka pendek,

Dewan Penasehat Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Irwandy Arif menilai, keputusan relaksasi belum bulat. Kadin Bidang SDM dan Energi dan Indonesia Mining Institute (IMI) masih melakukan kajian neraca cadangan dan pasokan smelter. "Hilirisasi tetap kita hormati, beberapa pendekatan sedang kami gunakan termasuk beberapa jenis komoditas termasuk nikel dan bauksit," urainya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Fadel Muhammad menerangkan, usulan relaksasi masih dikaji berbagai fraksi. "Kita kaji usulan Pak Luhut memberi relaksasi lima tahun," ujar Fadel. Apabila aturan relaksasi ada harus dibuat kesepakatan agar perusahaan pertambangan bisa menyelesaikan pembangunan smelter dalam waktu yang ditentukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×