kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.383.000   23.000   0,97%
  • USD/IDR 16.602   -12,00   -0,07%
  • IDX 8.035   -31,88   -0,40%
  • KOMPAS100 1.102   -1,40   -0,13%
  • LQ45 772   -0,33   -0,04%
  • ISSI 288   -1,15   -0,40%
  • IDX30 403   0,14   0,04%
  • IDXHIDIV20 455   -0,04   -0,01%
  • IDX80 121   -0,33   -0,27%
  • IDXV30 130   -1,02   -0,78%
  • IDXQ30 127   0,42   0,33%

Pembudidaya ikan kerapu mulai beralih, apa penyebabnya?


Selasa, 17 April 2018 / 15:44 WIB
Pembudidaya ikan kerapu mulai beralih, apa penyebabnya?
ILUSTRASI. EKSPOR IKAN KERAPU


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor kerapu yang semakin tertekan membuat banyak pembudidaya beralih. Menyusul aturan kapal angkut ikan hidup yang membuat kapal asing hanya dapat melakukan pengambilan barang di satu pelabuhan muat singgah.

"Kapal asing hanya dapat mengambil di satu pelabuhan sehingga beban muatannya tidak terisi penuh," ujar Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja dalam rapat koordinasi dan sinkronisasi tata kelola budidaya kerapu, Selasa (17/4).

Wayan bilang, produksi kerapu Indonesia terus menurun. Tahun 2017, produksi kerapu hanya sekitar 2.000 ton.

Angka tersebut akan terus turun mengingat sulitnya penjualan kerapu karena tidak ada yang mengangkut. Wayan bilang tahun ini pun penurunan akan terus terjadi. "Produksi tahun 2018 diprediksi tidak lebih dari 1.000 ton," terangnya.

Wayan bilang sejumlah pembudidaya telah beralih membudidaya komoditas lain. Ia mencontohkan di daerah Sumatera Utara di mana sebelumnya banyak yang melakukan budidaya kerapu mulai beralih membudidayakan kakap dan kepiting.

Padahal pasar ekspor Indonesia dinilai Wayan masih sangat besar. Dari konsumen terbesar China, tiap tahunnya dibutuhkan ikan kerapu sebesar 400.000 ton.

Dari angka tersebut peluang Indonesia dinilai mencapai 150.000 ton. Hal tersebut akan menguntungkan mengingat kerapu merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai tinggi. "Harga kerapu berkisar antara US$ 12 per kilogram (kg) hingga US$ 60 per kg," jelas Wayan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×