kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemegang konsesi tol harus bermodal mau dan mampu


Rabu, 24 Oktober 2012 / 19:17 WIB
Pemegang konsesi tol harus bermodal mau dan mampu
ILUSTRASI. Harga tes PCR di bandara India paling murah, Jepang termahal, Indonesia keberapa?


Reporter: Andri Indradie, Sofyan Nur Hidayat, Surtan PH Siahaan, J. Ani Kristanti | Editor: Imanuel Alexander

Menangkis tudingan proses pembangunan jalan tol yang lambat, perusahaan pemegang konsesi jalan tol memiliki jawaban jitu. Mereka berdalih, proses pembebasan lahan menjadi kendala utama. Problem harga naik, status lahan, dan sengketa dengan pemilik lahan selalu menjadi kambing hitam andalan.

Tapi, di mata Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Ahmad Ghani Gazali, pembebasan lahan itu sebenarnya bagian dari proses. “Bukan persoalan,” tegasnya. Memang, sebelum memulai konstruksi, tanah sudah harus ada terlebih dulu. Tapi, sudah sejak zaman baheula, pembebasan tanah di negeri ini memang bukan perkara sepele dan mudah.

Selain urusan lahan, di balik persoalan leletnya proses pembangunan jalan tol, ada masalah dana. Problem ini terjadi di sebagian proyek Jalan Tol Trans Jawa. Ada beberapa proyek yang berjalan bak siput. Sebut saja ruas tol Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang. Ada juga di ruas Pasuruan Probolinggo. Di luar Trans Jawa ada Tol Tengah Surabaya (Waru-Tanjung Perak) dan Cimanggis-Cibitung.

Yang menarik, penanggung jawab atas lima ruas jalan tol di atas adalah perusahaan yang sama, yakni PT Bakrie Toll Road, lewat beberapa anak usahanya. Perusahaan yang dimiliki Group Bakrie lewat PT Bakrieland Development Tbk ini menguasai konsesi terpanjang di Trans Jawa.

Ini aneh. Sebab, dengan dana sendiri, awalnya mereka bersemangat membangun satu ruas, yakni Kanci-Pejagan yang diresmikan dua tahun lalu. Nyatanya, jalan tol itu relatif sepi kendaraan. Mungkin lantaran tarifnya mahal. Tapi, bisa juga lantaran “nanggung”.

Menurut Ahmad, persoalan yang dihadapi Bakrie Toll Road sebagai penanggung jawab lima ruas jalan tol yang kini berjalan di tempat bukan hanya masalah lahan. “Masalahnya dua-duanya, baik pembebasan tanah maupun dana,” ujarnya. Kondisi keuangan setiap perusahaan memang bisa naik atau turun pada kondisi tertentu.

Tapi, BPJT sudah menyiapkan solusi. “Kita sudah siapkan dana Badan Layanan Umum (BLU). Tapi, tim Bakrie masih belum turun-turun, operasional masih terhambat,” tutur Ahmad. Padahal, perusahaan lain di luar Bakrie rata-rata relatif lancar, meski ada persoalan perizinan dan administrasi.

Sekedar informasi, perusahaan pemegang konsesi punya banyak sumber dana untuk pembiayaan proyek. Bisa dari pinjaman perbankan, dana bantuan dari pemerintah melalui BLU, atau bisa juga lewat penerbitan obligasi. Niat pemerintah membantu dengan dana BLU memang ada batasnya. Tidak semua yang mengajukan bakal disetujui.

Direktur Utama PT Translingkar Kita Jaya, Hilman Muchsin mengatakan, operator bisa saja tidak kebagian dana bergulir itu. “Sebab, kemampuan dana pemerintah terbatas dan diprioritaskan bagi perusahaan yang equity-nya siap,” tuturnya. Jika dana sebenarnya bukan jadi masalah, bukan tanpa alasan pemerintah mengancam bakal memutus kontrak para pemegang konsesi yang tak berjalan.

“Ada klausul-klausul yang cukup keras,” ujar Ahmad. Contoh saja, perusahaan tidak setor dana tanah 5% ke bank, atau tidak mampu memberikan jaminan dana dari bank, atau performance bond yang nilainya 1% dari nilai proyek. Yang paling parah, sanksi dijatuhkan jika perusahaan tak bisa menyelesaikan konstruksi tepat waktu. “Semua ada jadwalnya. Jika benar-benar berhenti, bukan cuma melambat, kami akan putus (konsesinya).

Jika tidak bisa mendapatkan perjanjian kredit sesuai waktunya, kami juga bisa putus,” tegas Ahmad. Sayangnya, tak ada pihak Bakrie Toll Road yang bersedia memberi penjelasan. Nuzirman Nurdin, Kepala Hubungan Investor PT Bakrieland Development, induk usaha Bakrie Toll Road, tidak merespons pertanyaan KONTAN.

Kredit bank tersedia

Problem itu sebenarnya tak perlu terjadi jika komitmen pemegang konsesi cukup besar. Contohnya PT Translingkar Kita Jaya dan PT Marga Lingkar Jakarta yang merupakan anak usaha PT Jasa Marga. Direktur Utama PT Marga Lingkar Jakarta, Sonhadji Surahman bercerita, justru bank-bank lebih aktif mendekati. “Saya justru kompetisikan. Ada Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN yang kemudian mengundurkan diri, Bank CIMB Niaga, dan Bank DKI,” tegasnya.

PT Translingkar Kita Jaya yang dijamin oleh Jasa Marga dan Grup Kompas Gramedia tetap dipercaya bank meski pembebasan lahan belum kelar. “Kami tak menemui kesulitan yang berarti dalam mencari sumber pendanaan dari kreditur sindikasi,” imbuh Hilman.

Perbankan punya alasan untuk berpikir cermat membiayai proyek jalan tol. Presiden Direktur PT Bank Central Asia, Jahja Setiaatmadja bilang, perusahaan infrastruktur pada dasarnya harus punya uang sebelum ingin terjun pada proyek tertentu. “Harus punya modal. Ini yang sering tidak disadari. Dipikir asal bisa kerja, (terus) bisa dapat kredit,” ujarnya.

Bank pada dasarnya punya komitmen besar terhadap pendanaan infrastruktur . Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Muhamad Ali bilang, sektor infrastruktur masih menjadi salah satu target utama BRI dalam pengembangan kredit korporasi. “Sebab, infrastruktur sangat domestic oriented dan membuka akses ke daerah yang juga kantong-kantong Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),” tegasnya.

Memang, banyak bank biasanya melakukan kredit sindikasi dalam mengucurkan kredit infrastuktur. Porsinya pun biasanya hanya 70% dari total kebutuhan dana. Sisanya, perusahaan harus pakai modal sendiri.

Kredit sindikasi bukan berarti dana bank terbatas. Bank Mandiri misalnya, masih mempunya plafon kredit untuk infrastruktur sangat besar. Hanya saja, rata-rata bank memilih pola kerjasama dengan bank lain untuk mengantisipasi risiko. “Spreading risk (menyebarkan risiko),” kata Riswinandi, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri.

Jika melihat animo bank menyalurkan kredit infrastruktur, semestinya, dana proyek tol bukan masalah lagi. Tentu, si perusahaan harus memang layak memperoleh kredit.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 04 - XVII, 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×