Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
“Biaya investasi mahal tapi cost per unit per rumah tangga justru lebih murah, bahkan dibandingkan kompor gas elpiji 3 kilogram sekalipun. Uji coba di beberapa daerah di Jawa Timur sudah diketahui bahwa cost per unit lebih murah, tapi memang biaya investasinya mahal,” kata Fahmy.
Di tengah beban berat subsidi LPG, sejumlah rencana memang mulai dimunculkan. Salah satunya adalah rencana program 1 juta kompor listrik yang digagas oleh PLN. Namun, konversi LPG dengan listrik dianggap tidak efisien untuk jangka panjang.
Pasalnya siklus atau rantai konversi energi dari sumber primer menjadi listrik, lalu digunakan untuk kompor listrik sangat panjang. Siklusnya mencapai 5 rantai.
Baca Juga: PLN tawarkan promo tambah daya listrik jelang Ramadhan, ini gambarannya
Berbeda dengan konversi LPG dengan gas alam. Rantai konversi energi hanya sekali, yakni dari gas alam langsung dibakar menghasilkan panas.
Fahmy menilai program kompor listrik cukup baik, namun program kompor listrik dipastikan akan menimbulkan beban baru pemerintah lantaran akan ada subsidi. Apalagi daya watt kompor listrik juga cukup besar.
“Jargas lebih murah jika digunakan di sekitar sumber gas, sedangkan jika jauh masih mahal. Sementara kompor listrik di pasaran watt tinggi, jadi mana yang lebih murah,” katanya.
Kementerian ESDM sejatinya sudah memulai program jargas sejak 2009. Sesuai RPJMN yang telah ditetapkan, sampai tahun 2024 ditargetkan mampu dibangun jargas hingga 4 juta sambungan rumah tangga (SR). Meski program ini sudah berjalan lebih dari 12 tahun sampai saat ini yang terbangun 535.555 SR.