kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah harus fokus pemakaian energi dalam negeri untuk tekan impor


Rabu, 07 April 2021 / 15:59 WIB
Pemerintah harus fokus pemakaian energi dalam negeri untuk tekan impor
ILUSTRASI. Kebutuhan LPG Nasional: Suasana penjualan LPG di Depok, Jawa Barat,


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan energi impor dinilai sebagai langkah tepat. Salah satunya adalah dengan mengalihkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke energi yang bersumber di dalam negeri.

Direktur Eksekutif ReForminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19, tren konsumsi LPG tetap meningkat. Selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam negeri juga cenderung rendah.

Nah, agar impor tidak terus naik, pemerintah harus mengoptimalkan sumber-sumber energi di dalam negeri. “Untuk LPG, produksi dalam negeri sekitar 30 %, jadi mayoritas impor 70 %,” ujar Komaidi dalam keterangannya, Rabu (7/4).

Jika pemerintah tidak berani melakukan perubahan, dikhawatirkan impor LPG akan semakin membesar dan menjadi beban pemerintah di masa depan karena harga jualnya disubsidi.

Baca Juga: Tidak tepat sasaran, mekanisme subsidi LPG 3 kg akan diubah

Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM, impor LPG sampai tahun 2024 akan mencapai 11,98 juta ton. Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024.

Akibat arus impor LPG yang kian membesar, khusus di tahun 2021 saja pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp 37,85 triliun. Besarnya angka subsidi LPG tersebut sejatinya dapat digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur gas bumi.

Hal senada diungkapkan pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Menurutnya, penggunaan LPG harus digantikan karena mayoritas masih impor. Salah satu opsinya adalah dengan menggenjot Jaringan Gas (Jargas).

Ia mengakui bahwa pembangunan infrastruktur Jargas biayanya cukup besar sementara APBN terbatas. Terutama untuk membangun pipa yang menghubungkan sumber gas ke rumah-rumah.

Meski demikian, pembangunan tersebut tetap perlu dilakukan sebagai investasi di masa depan. Untuk itu pemerintah harus serius dan konsisten dalam mendorong pembangunan infrastruktur.  Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×