Reporter: Handoyo | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Pemerintah Indonesia mengusulkan komoditas hasil perkebunan seperti minyak sawit mentah (CPO) dan karet masuk dalam daftar produk ramah lingkungan. Apabila produk tersebut disetujui, Indonesia akan diuntungkan karena eksportir hanya mendapat tarif bea masuk maksimal 5% di negara anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamutrhi optimistis kedua komoditas itu lolos dan diakui sebagai produk ramah lingkungan (environmental goods list). Pemerintah akan mengajukan usulan itu pada Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Bali pada tahun ini.
Bayu menjelaskan, karet dan sawit merupakan tanaman tahunan yang dapat menyerap karbon selama umur tanaman berkisar 20-30 tahun.
Kedua jenis tanaman ini juga dapat diperbarui.
Selain sawit dan karet, pemerintah siap mengusulkan produk hasil hutan masuk dalam daftar produk ramah lingkungan.
Perjuangan pemerintah Indonesia untuk dapat memasukkan CPO ke daftar produk ramah lingkungan cukup berat. Indonesia sempat mengusulkannya pada saat KTT APEC di Rusia pada 2012, namun gagal. Kegagalan itu dipengaruhi oleh Notice of Data Availability (NODA) yang dikeluarkan oleh Environmental Protection Agency (EPA).
Sekadar mengingatkan, pada akhir tahun lalu, EPA melakukan analisa terhadap emisi gas rumah kaca dari CPO.
Berdasarkan program Renewable Fuel Standard (RFS) yang diterapkan di AS, bahan baku untuk produk biodiesel dan renewable diesel harus
memenuhi ketentuan minimum 20% ambang batas pengurangan emisi gas kaca.
Melalui analisisnya, EPA menyatakan bahwa CPO hanya berada pada level 11%-17% sehingga tidak memenuhi ketentuan RFS untuk dapat
dikategorikan sebagai bahan bakar terbarukan (renewable fuel) yang efisien.
Sejauh ini, EPA belum memberikan kesimpulan hasil investigasinya. Tetapi pemerintah Indonesia berharap lembaga tersebut segera mengumumkan hasil investigasinya sebelum pelaksanaan KTT APEC pada tahun ini.
Pasar ekspor CPO Indonesia ke Eropa dan AS tak besar, hanya 20% dari total ekspor. Sedangkan pasar Asia seperti India dan China mencapai
50%, dan sisanya untuk tujuan Afrika dan Timur Tengah.
Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) mencatat, rata-rata volume ekspor CPO Indonesia ke AS selama ini hanya 62.000 ton per tahun. Sedangkan volume ekspor CPO pada 2012 mencapai 18,2 juta ton, naik 10,30% dari ekspor 2011 seberat 16,5 juta ton. Adapun produksi CPO Indonesia selama 2012 mencapai 26,5 juta ton, naik 15,2% dibanding 2011 yang sekitar 23 juta ton. Bahkan, tahun ini produksi CPO diperkirakan bertambah lagi menjadi 28 juta ton.
Menurut Menteri Pertanian Suswono, berdasarkan hasil kajian para ahli dalam negeri, produk hutan Indonesia sudah menerapkan standar kelestarian lingkungan. "Kita sudah menerapkan Indonesian Sustaianble PaIm Oil (ISPO)," kata dia. Selama ini pemerintah juga telah berupaya memberikan bimbingan kepada petani sawit rakyat untuk meningkatkan produksi tanpa harus membuka areal baru yang berada di hutan alam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News