Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengizinkan badan usaha swasta untuk menjual bahan bakar pesawat atau avtur di Indonesia. Upaya ini dilakukan pemerintah untuk menekan harga tiket pesawat yang mahal.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pemerintah membuka partisipasi badan usaha swasta untuk menyalurkan bahan bakar avtur di Indonesia.
Keputusan ini sesuai dengan rekomendasi Kementerian Perhubungan, diharapkan bisa menurunkan harga tiket pesawat.
Baca Juga: Bos Air Asia Ungkap Alasan Harga Tiket Pesawat di Indonesia Mahal
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengakui memang Kemenhub telah mengeluarkan rekomendasi agar avtur dapat dijual oleh multiprovider agar harga avtur bisa lebih rendah.
"Hal ini berdasarkan kajian dari Badan Kebijakan Transportasi. Kami berharap ini dapat berdampak pada penurunan harga tiket pesawat," kata Adita kepada Kontan, Kamis (19/8).
Terkait aturannya, lanjut Adita, Kemenhub harus berkoordinasi dengan kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai kementerian yang menangani hal ini.
Sebelumnya Kontan mencatat, Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas tengah mengevaluasi harga avtur. Ditjen Migas akan meminta BPKP untuk meninjau hasil evaluasi formula harga dasar JBU Avtur.
Sesuai Perpres 117 Tahun 2021 Pasal 14A bahwa harga jual eceran Jenis BBM Umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh Badan Usaha berdasarkan formula harga tertinggi. Perhitungan Formula Harga Dasar JBU Avtur sesuai Kepmen ESDM 17K/10/MEM/2019.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, Ditjen Migas mengevaluasi formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran Jenis BBM Umum (JBU) Avtur yang disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) sebagaimana sudah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019 per 1 Februari 2019, dengan mempertimbangkan realisasi faktor yang mempengaruhi realisasi biaya penyediaan dan pendistribusian JBU Avtur.
Baca Juga: Harga Avtur Indonesia Paling Mahal? Simak Perbandingannya di Asia Tenggara
Menurut Dadan, evaluasi belum dapat dilakukan pada tahun 2021 dan 2022, mempertimbangkan pada masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2022 yang berdampak kepada realisasi penjualan Avtur dan biaya penyediaan dan pendistribusian JBU Avtur, yaitu penjualan Avtur yang turun hingga 50% dari penjualan tahun 2019, sehingga besaran biaya per liter tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukan evaluasi.
"Evaluasi tahun 2024 ini dilakukan berdasarkan data biaya perolehan, distribusi dan penyimpanan tahun 2023 audited. Ditjen Migas akan meminta BPKP untuk mereviu hasil evaluasi formula harga dasar JBU Avtur," kata Dadan kepada Kontan, Senin (27/8).
Dadan menerangkan, saat ini terdapat 4 Badan Usaha yang mempunyai Izin Usaha Niaga Migas dengan Komoditas Avtur yaitu PT AKR Corporindo Tbk, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, dan PT Pertamina Patra Niaga.
Dari sisi badan usaha swasta, Director New Business Development - Aviation Fuel BP Virita Harlistyanti mengungkapkan pihaknya tengah menunggu arahan lebih lanjut dari pemerintah. Adapun, Air BP - AKR melalui joint venture company-nya PT Dirgantara Petroindo Raya sudah beroperasi di bandara swasta Indonesia.
"Sudah [menjual produk avturnya], kami sudah beroperasi di bandara khusus," kata Virita kepada Kontan, Kamis (19/9).
Diketahui, PT Dirgantara Petroindo Raya melayani industri penerbangan Indonesia dalam penyediaan dan pendistribusian avtur, serta mendukung pengembangan infrastruktur transportasi udara.
Air BP adalah salah satu penyedia produk dan layanan bahan bakar pesawat terbang terbesar di dunia. Dengan jaringan operasi yang sangat luas di lebih dari 700 lokasi di sedikitnya 50 negara. Sepanjang tahun 2018, Air BP telah melayani lebih dari 6.000 penerbangan per hari ke lebih dari 350 maskapai penerbangan di seluruh dunia.
Baca Juga: Harga Avtur Disebut Paling Mahal di Asia Tenggara, Ini Penjelasan Menteri ESDM
Sementara itu, Susi Hutapea - VP Corporate Relations Shell Indonesia mengungkapkan, saat ini Shell Indonesia masih berfokus untuk mengembangkan bisnis Shell yang ada di Indonesia, termasuk bisnis pelumas, solusi rendah karbon (low carbon solutions), dan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum).
Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, soal penambahan provider avtur di bandara ini sebenarnya sudah lama ada aturannya. Tapi susah dilaksanakan lantaran ada aturan-aturan dari BPH Migas dan Kementerian ESDM yang bisa dibilang menghambat.
"Kalau aturan di lapangan ini diubah dan Pertamina sebagai provider yang existing mau bekerja sama, pasti akan ada provider yang masuk," kata Gatot kepada Kontan, Kamis (19/9).
Menurut Gatot, jika provider baru maka akan menambah persaingan dan akan membuat perusahaan yang bersaing berusaha lebih efisien dalam operasional serta membuat layanan yang lebih baik agar memenangkan persaingan.
Pengamat penerbangan Alvin Lie menambahkan, untuk badan usaha swasta jual avtur akan menghadapi tantangan berat. Pasalnya, investasinya besar harus membuat Depo Pengisian Pesawat Udara.
"Contoh saja untuk persediaan avtur di Bandara Juanda yang tidak sebesar Bandara Soekarno-Hatta itu persediaannya ada 40 juta liter. Nah ini kan bukan main-main ya. Jadi investasinya itu besar, stoknya juga besar" ujar Alvin kepada Kontan, Kamis (19/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News