Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah merencanakan peluncuran Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur sebagai salah satu langkah untuk memastikan penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.
Menurut Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, optimalisasi penyediaan BBM subsidi dengan kualitas yang lebih baik, seperti BBM rendah sulfur, merupakan upaya untuk mengurangi polusi udara serta menjamin subsidi BBM diterima oleh kelompok masyarakat yang berhak dan benar-benar membutuhkan.
“Rencana pemerintah adalah menyediakan BBM rendah sulfur tanpa menaikkan harga BBM. Sehingga masyarakat mendapatkan akses BBM yang lebih berkualitas dan lebih bersih,” jelas Rachmat dalam Media Briefing, Kamis (12/9).
Baca Juga: Pemerintah Berencana sediakan BBM Rendah Sulfur
Rachmat juga menjelaskan bahwa dalam upaya menjaga agar harga BBM tetap stabil dan tidak memberatkan masyarakat ataupun negara, pemerintah berkomitmen untuk menyalurkan BBM rendah sulfur secara lebih tepat sasaran. Kebijakan ini difokuskan pada kelompok masyarakat yang paling memerlukan subsidi BBM.
"Tidak ada rencana untuk menaikkan harga BBM subsidi, namun kita ingin memperbaiki kualitasnya. Tentu ada biaya tambahan, tetapi biaya tersebut akan ditanggung oleh pemerintah melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," tambahnya.
Lebih lanjut, Rachmat menjelaskan bahwa jika biaya tambahan ini ditanggung oleh APBN, pemerintah harus memastikan penyaluran subsidi yang lebih efisien dan tepat sasaran agar beban subsidi serta kompensasi tidak semakin membesar. Selain itu, dalam penyediaan BBM rendah sulfur juga diperlukan investasi dari PT Pertamina untuk mendukung implementasi kebijakan ini.
Rachmat juga menyebutkan bahwa pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah dalam merumuskan kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran.
Baca Juga: Pengetatan Pengguna BBM Subsidi Mulai 1 Oktober? Ini Penjelasan Bahlil
"Jika kita merujuk pada asumsi yang disampaikan di media, di mana kendaraan dengan kapasitas mesin di atas 1.400cc tidak lagi akan menerima subsidi BBM, dampak kebijakan ini diperkirakan hanya akan memengaruhi kurang dari 7% populasi kendaraan yang ada," jelas Rachmat.
Di sisi lain, ia menekankan bahwa penambahan anggaran subsidi BBM tidak bisa menjadi solusi jangka panjang, mengingat tingginya alokasi anggaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.
"Dalam lima tahun terakhir, pemerintah menghabiskan rata-rata Rp 119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM. Ini artinya pajak masyarakat tidak secara optimal tersalurkan karena tidak dinikmati golongan yang membutuhkan subsidi tersebut,” pungkas Rachmat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News