Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah ingin mendorong pengembangan minyak dan gas (migas) non konvensional (MNK) di Indonesia. Niatan ini telah diwujudkan melalui sejumlah langkah.
Dari sisi regulasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur tata cara penyiapan dan penawaran wilayah kerja (WK) migas, baik pengusahaan migas konvensional maupun migas non konvensional (MNK). Isi dari aturan yang terdiri dari 14 bab dan 69 pasal tersebut merupakan gabungan dari Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2008, Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2008 dan Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2012.
Salah satu yang menarik, Permen ESDM 35 Tahun 2021 ini memungkinkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas Konvensional suatu Wilayah Kerja untuk melakukan kerjasama pengusahaan MNK tanpa harus harus membentuk Kontrak Kerjasama Wilayah Kerja (WK) baru, ataupun dengan Kontrak Kerjasama WK baru. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 63 beleid tersebut.
Baca Juga: Arus Balik Mulai Ramai, BPH Migas Sebut Stok BBM bagi Pemudik Aman
Upaya untuk mendorong pengembangan MNK tidak melulu diwujudkan dalam bentuk regulasi. “Direktorat Jenderal Migas dan SKK Migas telah mengidentifikasi prospek-prospek cekungan yang diperkirakan berpotensi mengandung MNK dan diprioritaskan,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji kepada Kontan.co.id (8/5).
Berdasarkan data yang dihimpun, cadangan dan sumber daya MNK di Indonesia yang secara teknis memungkinkan untuk dikembangkan tersebar di sejumlah wilayah, yaitu Sumatera Tengah, SUmatera Selatan, Kalimantan, dan Papua. Pemerintah sudah menatahkan pengembangan peta jalan MNK di wilayah-wilayah tersebut dalam berkas salinan Rapat Terbatas Kementerian ESDM yang diperoleh Kontan.co.id.
Berdasarkan berkas tersebut, pemerintah mengagendakan perbaikan tata kelola dan inventarisasi potensi MNK di tahun 2021-2022. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyederhanaan peraturan dan percepatan perizinan, perbaikan tata kelola dan fiscal terms MNK, evaluasi properti batuan MNK (sumur vertikal), serta asesmen teknologi dan biaya produksi MNK (sumur horizontal).
Agenda tersebut berikutnya dilanjutkan dengan pengujian produktivitas pada 202-202, komersialisasi dan eksploitasi pada 2025-2026, optimalisasi produksi pada 2027-2028, dan pengembangan produksi pada 2029-2030.
Pada periode 2029-2030, pemerintah mencanangkan produksi MNK masif pada blok-blok potensial. Targetnya, produksi MNK bisa mencapai 72 Million Barrel Oil per Day (MBOPD) pada periode tersebut.
Meski begitu, pengembangan MNK bukannya tanpa tantangan. Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal mengatakan, sektor MNK di Indonesia masih terbilang baru. Pengembangannya memerlukan metode dan teknologi yang berbeda dengan migas konvensional sehingga masih memerlukan banyak uji coba dan memiliki risiko kegagalan lebih tinggi.
“Nature-nya berbeda. MNK itu ada Coal Bed Methane (CBM), Shale Oil&Gas, Tight Sands.
CBM membutuhkan proses yang namanya Dewatering, sedangkan Shale membutuhkan proses Fracturing dalam pengembangannya, jadi sangat berbeda,” terang Moshe saat dihubungi Kontan.co.id (8/5).
Menurut Moshe, pemerintah perlu menerapkan opsi kerja sama production sharing contract (PSC) gross split sliding scale berikut insentif-insentif turunannya untuk mendorong pengembangan MNK di Indonesia. Dalam model kontrak ini, KKKS akan mendapatkan split tinggi untuk mengembalikan biaya eksplorasinya di awal. Ketika produksi semakin meningkat, split Pemerintah akan membesar, sementara KKKS menurun.
“Kalau tidak adanya perbedaan yang signifikan dari termin migas konvensional dari sisi keekonomian dan fleksibilitas, sulit untuk KKKS yang aktif sekarang untuk melirik potensi non-konvensional (MNK),” tutur Moshe.
Baca Juga: Pertamina Menargetkan Rencana Kerja yang Masif dan Agresif di Sisa Tahun Ini
Deputi Perencanaan SKK Migas, Benny Lubiantara mengatakan, SKK Migas bersama sama Ditjen Migas sedang menyiapkan usulan fiskal khusus untuk mendorong MNK ini. Benny tidak merinci, bentuk-bentuk insentif apa saja yang tengah disiapkan. “(Usulan fiskal) Sedang digodok, intinya (dibuat) semenarik dan sesederhana mungkin,” ujar Benny kepada Kontan.co.id (8/5).
Benny memperkirakan, produksi MNK bisa menyumbang 60.000 - 70.000 BOPD di tahun 2030 jika data teknis dari pengeboran dinyatakan layak (feasible) serta didukung oleh perbaikan fiskal secara radikal..
“Peluang MNK ini now or never, kalau tidak segera kita mulai, makin molor maka kita makin kehilangan momentum, bisa jadi tidak akan pernah dikembangkan. Oleh karena itu, kita harus dukung dan beri karpet merah kalau ada investor yang tertarik mengembangkan MNK ini,” imbuh Benny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News