kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah siapkan regulasi untuk dorong hilirisasi batubara


Selasa, 18 Desember 2018 / 22:49 WIB
Pemerintah siapkan regulasi untuk dorong hilirisasi batubara
ILUSTRASI. Pengangkutan batubara


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menyusun regulasi yang berkaitan dengan hilirisasi batubara. Sebagai tahap awal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mematangkan pedoman untuk hilirisasi dengan skema gasifikasi.

Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung mengungkapkan, hilirisasi mineral dan batubara (minerba) merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Minerba.

Namun, hingga kini belum ada regulasi turunan yang secara khusus mengatur tentang peningkatan nilai tambah dalam pemanfaatan batubara tersebut.

Wafid bilang, saat ini pedoman yang dimaksudkan masih dalam proses pembahasan dan ditargetkan bisa selesai pada tahun ini. “Sementara pedoman dulu, selesai tahun ini,” kata Wafid saat ditemui di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada Selasa (18/12).

Penyusunan pedoman ini akan berfokus pada hilirisasi yang menghasilkan dimethylether (DME). Sebab, skema ini dinilai paling siap untuk dikembangkan di Indonesia dilihat dari segi teknologi, keekonomian, maupun rantai pasar.

Apalagi, lanjut Wafid, proyek gasifikasi yang tengah dikembangkan PT Bukit Asam (PTBA) bersama sejumlah mitra dipandang layak untuk dijadikan sebagai prototype dalam pengembangan hilirisasi jenis ini.

“Poinnya tahun ini ada pedoman untuk prototype DME. Untuk konversi, lebih ke arah teknisnya,” ujar Wafid.

Meski belum menerangkan detailnya, namun Wafid mengatakan bahwa pedoman ini pada pokoknya ingin mendorong pengembangan batubara agar bisa lebih menarik. Sebab, meskipun dinilai paling siap, namun menurut Wafid, keekonomian pengolahan batubara menjadi DME masih belum menguntungkan jika hanya menghasilkan satu produk dan tidak disiapkan rantai pasarnya dari hulu sampai hilir.

“Kalau hanya DME berat, cost-nya besar. Harus ada satu paket produk lain, seperti amonia dan Polypropylene yang bisa dipakai di manufaktur. Jadi ini nyambung antara hulu, hilir, sampai ke turunan paling akhir,” terangnya.

Wafid mencontohkan kerja sama yang dilakukan oleh PTBA, di mana perusahaan batubara plat merah ini siap memulai dua proyek pengembangan gasifikasi. Pertama di wilayah mulut tambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dan yang kedua di mulut tambang Peranap, Riau.

Di Tanjung Enim, PTBA bermitra dengan PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia, serta PT Chandra Asri Petrochemical, yang akan memproduksi urea, dimethylether(DME) dan Polypropylene.

Sedangkan untuk gasifikasidi Peranap, PTBA bekerjasama dengan Pertamina dan Air Products and Chemicals Inc. untuk mengubah batubara menjadi DME dan syntheticnatural gas (SNG).

“Nah kalau pihak yang terlibat, seperti tadi PTBA, Pertamina, Candra Asih, dan Pupuk Indonesia, ini masing-masing berbisnis, semuanya sudah masuk dari batubaranya hingga di pupuk, dari hulu sampai hilir, itu baru masuk,” imbuhnya.

Agar secara utuh bisa menjadi regulasi untuk hilirisasi batubara, Wafid bilang, Kementerian ESDM pun tengah melakukan diskusi lintas kementerian/lemba terkait. Seperti dengan Kementerian Perindustrian dan Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan.

Bahkan, untuk semakin mendorong hilirisasi batubara, Wafid menyebut bahwa tak menutup kemungkinan, pemerintah akan memberikan insentif, baik itu insentif fiscal maupun non-fiskal.

Namun, Wafid belum bisa memastikan apakah nantinya regulasi ini akan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau cukup diimplementasikan melalui peraturan di kementerian.

Insentif ini memang diharapkan oleh pengusaha batubara. Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, pelaku usaha berharap agar pemerintah bisa memberikan fasilitas pengurangan tarif royalty batubara berkalori rendah yang akan diolah dalam proses gasifikasi.

Menurut Hendra, hal ini penting guna menaikkan perhitungan tingkat pengembalian investasi sehingga lebih dapat menjangkau skala keekonomian. Dalam perhitungannya, proyek gasifikasi batubara berkapasitas 1.000-5.000 ton per hari membutuhkan belanja modal sekitar US$ 539 juta dan belanja operasional US$ 198,53 juta.

Alhasil, dengan tariff royalty batubara sebesar 3%, maka tingkat pengembalian investasi dalam gasifikasi ini ada dikisaran 10,6%. Adapun, harga gas dari batubara diperkirakan sebesar US$ 393 per ton.

Namun, itu belum di atur oleh pemerintah. “Ini masih dalam pembahasan. Standar khusus tentang harga gas pun perlu di atur,” kata Hendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×