kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pemerintah Tak Perlu Terburu-buru Lakukan Transisi Energi


Jumat, 06 September 2024 / 12:30 WIB
Pemerintah Tak Perlu Terburu-buru Lakukan Transisi Energi
ILUSTRASI. Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Skema power wheeling yang masuk dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dikhawatirkan dapat merugikan negara,


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Skema power wheeling yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan  Energi Terbarukan (RUU EBET) dikhawatirkan dapat merugikan negara dan masyarakat. Untuk itu, kebijakan ini dinilai perlu ditinjau kembali dengan cermat.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan bahwa investasi dan operasional yang diperlukan untuk membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan (EBET) sangat besar, seperti membangun pembangkit backup sehingga berpotensi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa mendatang.

Baca Juga: Menteri ESDM Diharapkan Jaga Tarif Listrik Supaya Terjangkau Masyarakat

“Jika biaya tersebut tidak ditanggung negara, maka akan dibebankan langsung kepada konsumen melalui kenaikan tarif dasar listrikl,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (5/9).

Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam melakukan transisi energi melalui skema power wheeling, karena hal ini berisiko mengganggu sistem ketenagalistrikan nasional.

Apalagi kelemahan dari EBET terletak pada keamanan energi (energy security), yang sangat bergantung pada kondisi cuaca dan fluktuasi harga.  
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali membatalkan praktik power wheeling. 

“Mahkamah Konstitusi, melalui Putusan MK No. 001-021-22/PUU-I/2003 dan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015, telah melarang adanya praktik unbundling seperti dalam skema power wheeling,” tegasnya. 

Baca Juga: Pergantian Menteri ESDM Diharapkan Mempercepat Transisi Energi

Dengan demikian, Agus menyarankan agar pemerintah dan DPR menunda penerapan power wheeling. “Jika tujuannya adalah mendukung investasi energi terbarukan, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebenarnya sudah cukup memadai,” ujarnya.

Ia jjuga menambahkan bahwa pendapatan negara bisa berkurang jika produsen listrik swasta diizinkan menjual listrik langsung kepada konsumen. “Pendapatan negara akan menurun karena negara hanya akan menerima pendapatan dari sewa transmisi, yang jumlahnya jauh lebih kecil,” tutupnya.

Saat ini, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU-EBET) yang sedang difinalisasi oleh Panja RUU EBET Komisi VII DPR RI, akan diparipurnakan pada September 2024 ini untuk mempercepat transisi energi dari fosil ke EBET.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×