kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   4.000   0,28%
  • USD/IDR 15.405   0,00   0,00%
  • IDX 7.812   13,98   0,18%
  • KOMPAS100 1.184   -0,59   -0,05%
  • LQ45 959   0,88   0,09%
  • ISSI 227   0,13   0,06%
  • IDX30 489   0,88   0,18%
  • IDXHIDIV20 590   1,24   0,21%
  • IDX80 134   -0,05   -0,04%
  • IDXV30 139   -1,25   -0,90%
  • IDXQ30 163   0,24   0,15%

Pemerintah Tak Perlu Terburu-buru Lakukan Transisi Energi


Jumat, 06 September 2024 / 12:30 WIB
Pemerintah Tak Perlu Terburu-buru Lakukan Transisi Energi
ILUSTRASI. Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Skema power wheeling yang masuk dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dikhawatirkan dapat merugikan negara,


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Skema power wheeling yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan  Energi Terbarukan (RUU EBET) dikhawatirkan dapat merugikan negara dan masyarakat. Untuk itu, kebijakan ini dinilai perlu ditinjau kembali dengan cermat.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan bahwa investasi dan operasional yang diperlukan untuk membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan (EBET) sangat besar, seperti membangun pembangkit backup sehingga berpotensi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa mendatang.

Baca Juga: Menteri ESDM Diharapkan Jaga Tarif Listrik Supaya Terjangkau Masyarakat

“Jika biaya tersebut tidak ditanggung negara, maka akan dibebankan langsung kepada konsumen melalui kenaikan tarif dasar listrikl,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (5/9).

Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam melakukan transisi energi melalui skema power wheeling, karena hal ini berisiko mengganggu sistem ketenagalistrikan nasional.

Apalagi kelemahan dari EBET terletak pada keamanan energi (energy security), yang sangat bergantung pada kondisi cuaca dan fluktuasi harga.  
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali membatalkan praktik power wheeling. 

“Mahkamah Konstitusi, melalui Putusan MK No. 001-021-22/PUU-I/2003 dan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015, telah melarang adanya praktik unbundling seperti dalam skema power wheeling,” tegasnya. 

Baca Juga: Pergantian Menteri ESDM Diharapkan Mempercepat Transisi Energi

Dengan demikian, Agus menyarankan agar pemerintah dan DPR menunda penerapan power wheeling. “Jika tujuannya adalah mendukung investasi energi terbarukan, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebenarnya sudah cukup memadai,” ujarnya.

Ia jjuga menambahkan bahwa pendapatan negara bisa berkurang jika produsen listrik swasta diizinkan menjual listrik langsung kepada konsumen. “Pendapatan negara akan menurun karena negara hanya akan menerima pendapatan dari sewa transmisi, yang jumlahnya jauh lebih kecil,” tutupnya.

Saat ini, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU-EBET) yang sedang difinalisasi oleh Panja RUU EBET Komisi VII DPR RI, akan diparipurnakan pada September 2024 ini untuk mempercepat transisi energi dari fosil ke EBET.

Selanjutnya: Risma Mengundurkan Diri, Jokowi Tunjuk Muhadjir Effendy Jadi Plt Menteri Sosial

Menarik Dibaca: Bos AirAsia Ungkap Penyebab Harga Tiket Pesawat di Indonesia Mahal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×