Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penetapan kawasan hutan di lahan sawit milik petani dan perusahaan masih terus dikecam banyak pihak. Langkah pemerintah yang menetapkan kawasan hutan di atas lahan yang sudah bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU) adalah tindakan inkonstitusional.
Pakar Hukum Kehutanan, Sadino menyebutkan lahan HGU harus dikeluarkan dari daftar 3,3 juta hektare Kawasan Hutan yang diklaim oleh pemerintah. Karena HGU sudah didapatkan secara legal dan sah, sehingga tidak boleh dibenturkan dengan kawasan hutan.
Ia menyebutkan HGU bisa dibatalkan karena tiga hal. Pertama, karena memang habis waktu pengelolaanya. Kedua, si pemilik HGU tidak dapat mengelola dengan baik. Ketiga adalah dicabut karena ada puusan pengadilan.
“HGU itu batal atau gugur karena apa? Ya habis waktunya, subjeknya tidak mengelola dengan baik, atau dicabut karena keputusan pengadilan. Jadi kalau tidak ada SK, mohon maaf pemerintah juga tidak boleh dimasukkan SK terus jadi ilegal,” kata Sadino dalam keterangannya, Senin (30/10).
Sadino menjelaskan dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, dijelaskan bahwa Kawasan Kehutanan yaitu wilayah yang ditetapkan untuk dipertahankan sebagai kawasan hutan'.
Artinya, jelas Sadino, Kawasan Hutan yang hanya ditunjuk, tentunya belum mempunyai kepastian hukum bila belum ditetapkan. Apalagi Kawasan Hutan yang ditunjuk masuk ke dalam lahan sawit yang sah bersertifikat HGU.
"Praktik negara semacam ini (memasukkan lahan sawit ber-HGU sebagai Kawasan Hutan, red) adalah perilaku yang melanggar hak konstitusional warga negara," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, audit satgas tata kelola industri sawit menemukan 3,3 juta hektar tutupan sawit berada di kawasan hutan. Lahan sawit itu bagian dari 16,8 juta hektar sawit di Indonesia. Sebanyak 10,4 juta hektar di antaranya digunakan perusahaan dan 6,4 juta hektar merupakan perkebunan rakyat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News