Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - MANDALIKA, NTB. Sejak resmi beroperasi di Indonesia pada Januari 2024, BYD pabrikan otomotif raksasa asal Tiongkok bergerak cepat menancapkan dominasinya di pasar kendaraan listrik Tanah Air.
Hanya dalam waktu kurang dari dua tahun, BYD tak hanya mencuri perhatian, tetapi juga menjadi pemimpin pasar Battery Electric Vehicle (BEV) dengan penguasaan pangsa pasar mencapai 56 persen per April 2025, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Dominasi BYD bukan sekadar isapan jempol. Model-model seperti BYD Sealion dan M6 mencatatkan angka penjualan yang tinggi, masing-masing sebesar 1.793 dan 1.257 unit. Disusul model-model lainnya seperti BYD Seal, Atto 3, dan Dolphin yang juga masuk dalam jajaran 12 besar mobil listrik terlaris.
Baca Juga: BYD Salip Tesla di Eropa untuk Pertama Kalinya, Pukulan Telak bagi Elon Musk!
Secara total, BYD menjual 3.496 unit kendaraan pada April 2025. Jika ditambahkan dengan sub-merek mereka, Denza, yang menjual 811 unit Denza D9, total kontribusi BYD Group mencapai 4.307 unit hanya dalam satu bulan.
Namun, capaian ini tak membuat BYD berpuas diri. Komitmen mereka terhadap inovasi teknologi terus berlanjut. Pada Mei 2025, PT BYD Motor Indonesia resmi meluncurkan New Seal 2025 dengan sistem suspensi canggih DiSus C teknologi kontrol suspensi terbaru yang menjanjikan pengalaman berkendara lebih nyaman dan presisi.
Presiden Direktur BYD Motor Indonesia, Eagle Zhao, menyatakan bahwa inovasi ini merupakan bagian dari misi perusahaan untuk menghadirkan mobilitas cerdas di Indonesia.
"Kami juga berkomitmen untuk menghadirkan teknologi kami yang paling canggih dan andal ke Indonesia,” ujar Zhao pada acara peluncuran di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (21/5).
Meski demikian, perjalanan BYD di Indonesia bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar datang dari kebijakan pemerintah yang akan mengakhiri skema insentif untuk mobil listrik impor secara utuh (CBU) mulai akhir 2025.
Baca Juga: BYD Catat Penjualan Global 380 Ribu Unit pada April 2025,
Skema ini sebelumnya memberikan kemudahan seperti pembebasan bea masuk, PPN hanya 2%, serta PPnBM 0%. Tanpa insentif ini, harga mobil listrik impor bisa melonjak tajam, berpotensi menurunkan daya saing.
Merespons dinamika ini, BYD mempercepat rencana strategis mereka: membangun pabrik lokal. Fasilitas produksi ini ditargetkan selesai pada akhir 2025 dan mulai beroperasi di 2026.
Menurut Kepala Divisi Marketing dan PR BYD Indonesia, Luther Pandjaitan, pembangunan pabrik bukan semata untuk memenuhi syarat insentif, tapi merupakan strategi jangka panjang yang bertujuan memperkuat posisi BYD di pasar Indonesia serta menjawab tantangan pemenuhan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
“Produksi lokal ini bagian dari komitmen kami di Indonesia, bukan hanya karena insentif berakhir. Ini strategi untuk jangka panjang, untuk menjawab tantangan industri,” ujar Luther.
Selain memperkuat lini BEV, BYD juga membuka peluang ekspansi ke segmen Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), seiring dengan wacana insentif baru dari pemerintah untuk kendaraan hybrid.
Meski saat ini fokus regulasi masih mengarah pada EV murni, BYD mengaku siap jika arah kebijakan bergeser. Bahkan, beberapa model PHEV mereka seperti Denza D9 dan DX9 telah didaftarkan di Indonesia, sebagai langkah antisipatif.
Baca Juga: Pemerintah Wacanakan Insentif PHEV, Apakah BYD Minat?
Di pasar global, BYD dikenal sebagai pemain besar di segmen PHEV dengan model populer seperti Tang, Chazor, Sealion 6, hingga Shark. Jika insentif untuk PHEV benar-benar digulirkan, BYD bisa menjadi pemain pertama yang memanfaatkan momentum tersebut, terlebih dengan kesiapan produk yang sudah ada.
Namun, semua ini tetap berpulang pada satu hal yakni kepastian dan konsistensi kebijakan. “Kalau strukturnya tidak fair, kita bisa kalah hanya karena harga. Padahal teknologi kami sudah siap,” tegas Luther.
Ia menekankan pentingnya kepastian kebijakan dan perlakuan fiskal yang adil dalam mendorong adopsi teknologi otomotif baru. "Yang penting produk kami tidak hanya bagus, tapi juga harus bisa bersaing secara harga. Jangan sampai kami kalah karena struktur pajaknya tidak fair," pungkasnya.
Selanjutnya: BI Rate Dipangkas Jadi 5,5%, Saham-Saham Ini Bisa Jadi Pilihan
Menarik Dibaca: Antisipasi Hujan Petir, Ini Prakiraan Cuaca Besok (23/5) di Jawa Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News