kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Penetapan WPR emas Pulau Buru masih dikaji


Senin, 13 Juni 2016 / 15:59 WIB
Penetapan WPR emas Pulau Buru masih dikaji


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini


JAKARTA. Konflik terkait penambangan emas secara ilegal masih terus terjadi di Pulau Buru. Pemangku Adat Wilayah Petuanan Kayeli Kabupaten Buru, Raja Wael Mansyur pada Senin (13/6), menemui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk mencari solusi terkait usaha penambangan emas di Gunung Botak, Kepulauan Buru.

Raja menyebut, pertambangan emas yang ada di wilayah hukum adat Petuanan Kayeli Gunung Botak sudah ditemukan sejak empat tahun lalu. Pemerintah daerah setempat pada 2013 telah memberikan izin terhadap pertambangan rakyat seluas 250 hektare.

"Namun sampai hari ini, tambang rakyat yang jadi idaman rakyat adat kabupaten Buru itu tidak pernah berjalan, karena berbagai intervensi atau campur tangan kepentingan tambang emas yang ada di wilayah gunung Botak," ujar Raja di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/6).

Padahal, menurut Raja, tambang emas Gunung Botak ini memiliki kandungan rata-rata diatas 10 ppm per metrik ton. Artinya dalam 1 ton material itu dapat ditemukan 10 gram emas atau diklaim mengandung emas sebanyak 1.750 ton

Tidak heran jika sejumlah pihak dari Australia, dari China, Korea, Inggris melakukan survei dengan harapan bisa ikut ambil bagian dari usaha pertambangan nantinya jika diizinkan pemerintah. "Oleh karena itu, kehadiran kami disini meminta pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM, kiranya tambang rakyat ini segera berjalan untuk menjawab harapan dan keinginan masyarakat adat di sekitar wilayah pertambangan," ungkap Raja.

Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menegaskan, pihaknya belum bisa langsung memberikan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) karena masih diperlukan adanya kajian oleh badan geologi yang hingga saat ini masih terus berproses.

Selain itu, pengajuan WPR juga masih harus dikaji terlebih dahulu oleh Menteri ESDM. Meski pengajuan penetapan WPR merupakan wewenang gubernur jika menilik Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terutama terkait dengan masalah tata ruang, namun pengajuan WPR ini harus ditetapkan secara nasional dengan persetujuan DPR.

Untuk itu, Menteri ESDM harus melakukan kordinasi terlebih dahulu dengan Bupati dan Gubernur Maluku. Sejalan dengan langkah Menteri ESDM yang tengah melakukan revisi terhadap wilayah pertambangan, maka WPR Gunung Botak bisa saja segera diberikan setelah revisi wilayah pertambangan selesai.

"Nanti prosesnya akan kami guide dan coba ditata dengan baik. Pada prinsipnya pemerintah netral artinya harus menata itu dengan baik. Supaya tidak terjadi konflik, supaya tidak ada pencemaran lingkungan karena isunya pencemaran lingkungan di sana cukup berat. Makanya kami berusaha menata ini dan yang penting bagaimana manfaat sebesar besarnya untuk masyarakat," jelas Bambang.

Untuk itu Bambang menegaskan, jika nantinya WPR ditetapkan, maka investor tidak berhak untuk mengelola wilayah pertambangan tersebut. "Kan ini tujuannya untuk WPR berarti tidak ada hubungan dengan investor. Kalau jadi, WPR yang mengerjakan masyarakat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×