kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat hukum pertambangan tagih penerbitan UU Minerba baru


Selasa, 16 Juni 2020 / 10:40 WIB
Pengamat hukum pertambangan tagih penerbitan UU Minerba baru
ILUSTRASI. Aktivitas pertambangan PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menagih penerbitan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang baru.

Beleid tersebut merupakan pengganti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 12 Mei 2020 lalu.

Menurut Redi, maksimal 30 hari setelah perubahan UU itu disahkan DPR RI, UU Minerba baru itu harus sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Jika tidak, maka UU itu dianggap sudah sah. Berdasarkan informasi yang diterimanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya telah membubuhkan tandatangannya di UU Minerba baru tersebut.

Baca Juga: Emiten Tambang Batubara Ditopang Revisi UU Minerba, Ini Saham yang Layak Dicermati

Masalahnya, sambung Redi, proses penomoran undang-undang dan pengundangan dalam Lembaran Negara seharusnya dilakukan dengan cepat setalah naskah perubahan UU diteken Presiden. Proses tersebut berada di Sekretariat Negara dan juga Kementerian hukum dan HAM (Kemenkum-HAM).

"Penomoran dilakukan di Setneg, pengundangan dalam Lembaran Negara ada di Kemenkum-HAM. Keduanya satu paket, saat ini belum dirilis ke publik," kata Redi kepada Kontan.co.id, Selasa (16/6).

Redi menekankan, penerbitan UU Minerba baru sangat lah penting. Sebab, Redi dan sejumlah koleganya akan mengajukan uji formil untuk menggugat UU Minerba baru itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, Redi dan kolega mesti berpacu dengan waktu. Pasalnya, hak uji formil ke MK dibatasi waktu 45 hari sejak UU itu diundangkan oleh Kemenkum-HAM. Jika lebih dari itu, maka UU sudah berlaku mengikat.

Oleh sebab itu, Redi pun mempertanyakan tentang kelanjutan proses pengundangan UU Minerba baru, dan memintanya untuk segera diterbitkan ke publik.

"Ada persoalan waktu yang tidak bisa ditunda-tunda karena menyangkut hak uji formil ke MK dibatasi waktu 45 hari. Jangan sampai hak warga negara terhambat," ujar Redi.

Kontan.co.id sebelumnya memberitakan, sejumlah kalangan berniat untuk menggugat UU Minerba baru ini ke MK. Redi misalnya, menilai bahwa pengesahan revisi UU Minerba ini cacat baik dari segi formalitas maupun substansi.

Menurut Redi, proses revisi UU Minerba tidak memenuhi kriteria carry over atau pembahasan yang dapat dilanjutkan dari DPR periode 2014-2019 ke 2019-2024. Juga, tidak dilbatkannya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari awal pembahasan.

Secara substansi, sejumlah pengaturan yang dinilainya bermasalah. Antara lain soal jaminan perpanjangan izin, khususnya untuk Kontrak Karya dan PKP2B serta perubahan statusnya menjadi IUPK.

Selain itu, terkait perizinan usaha minerba yang dinilai sentralistik, serta soal pengolahan dan pemurnian. Redi pun berpendapat, revisi UU minerba tidak menempatkan prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam pengusahaan KK dan PKP2B.

"Sudah ada beberapa tokoh yang siap mengajukan diri sebagai pemohon uji materiil UU Minerba 2020 ke MK. Begitu sudah ditandatangani presiden dan diundangkan oleh Menkumham, langsung kami daftarkan ke MK," kata Redi kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5), sehari setelah UU Minerba disahkan DPR RI.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan bahwa setelah disahkan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna, maka proses selanjutnya menjadi kewenangan pemerintah. Dari proses perundangan hingga penyusunan dan penerbitan aturan turunan dari UU tersebut.

"Kapan itu diundangkan, dibuat peraturan turunannya, itu menjadi kewenangan pemerintah," kata Eddy.

Baca Juga: Terkait aturan turunan UU Minerba, begini pandangan para pengamat

Sebelum itu, Eddy tak menampik, pengesahan UU Minerba baru tak dapat memuaskan semua pihak. Dia pun mempersilakan bagi yang tidak puas, bisa menggugatnya ke MK sebagaimana prosedur yang berlaku.

"Bagi mereka yang tidak merasa puas, tentu ada jalur yang telah disiapkan oleh konstitusi untuk menyampaikan aspirasinya. Kami persilakan hal tersebut dilaksanakan. Tentu kalau sudah MK, semua pihak akan tunduk dan patuh terhadap keputusan yang dihasilkan MK ke depannya," kata Eddy.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ketua Panitia Kerja revisi UU Minerba, Bambang Wuryanto. Dalam Pembicaraan Tingkat I atau Rapat Kerja terakhir antara DPR RI dan perwakilan Pemerintah, Bambang mengatakan, jika ada pihak yang tidak sepakat dengan hasil revisi ini, pihaknya mempersilahkan untuk mengajukannya gugatan judicial review.

"Pembahasan terlalu cepat? jawaban kami, ini disiapkan 2016. Pembahasan perundangan mesti dipahami. Kalau ada yang tidak pas, judicial review saja," sebut Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×