Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fenomena banyaknya investor asing di startup dan unicorn Indonesia merupakan hal yang sangat wajar terjadi.
Terlebih, besarnya pasar dengan kompleksitas tinggi membuat startup yang sukses di Indonesia berpeluang lebih maju secara regional, sehingga sangat diminati.
"Investor global tentu sangat tertarik dengan peluang ini. Sebab, secara genetik, startup yang sukses di Indonesia akan lebih mudah masuk ke pasar lain di seluruh Asia Tenggara," kata Poltak Hotradero, Pengamat Ekonomi dari Bursa Efek Indonesia, di Jakarta, Senin (26/11).
Startup atau perusahaan rintisan Indonesia juga membutuhkan investor dari luar, agar bisa tumbuh dan berkembang lebih besar. Sebab, sampai saat ini kekuatan modal dan keahlian para investor lokal belum bisa menunjang perkembangan startup Indonesia.
Ketidakmampuan itu terjadi akibat pemahaman bisnis investor lokal yang kebanyakan berasal dari grup-grup bisnis lama masih sangat tradisional.
"Lanskap bisnis startup di bidang teknologi dan digital ini hal yang sangat baru. Kompetitornya juga baru. Maka, perlu pemahaman dan keahlian yang saat ini belum dimiliki mayoritas investor lokal," ujarnya.
Masuknya investor asing juga tak berarti startup Indonesia dimiliki oleh pihak asing. Memang, beberapa startup besar di Indonesia, seperti Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka, kerap diterpa isu kepemilikan asing akibat masuknya investor. Jika ada terpaan isu seperti itu, bisa jadi merupakan usaha kompetitor dalam menjatuhkan lawan.
Menurut Poltak, anggapan masuknya investor asing membuat startup Indonesia menjadi dimiliki asing ini bisa dijawab melalui status badan hukum perusahaan tersebut.
"Badan hukumnya memang di mana? Indonesia kan? Artinya mereka tunduk pada regulasi Indonesia," ucapnya.
Beredarnya informasi terkait besaran kepemilikan saham Nadiem Makarim di Go-Jek baru-baru ini, menurut Poltak, juga tidak bisa diterima begitu saja.
"Saya berani challenge, datanya valid atau tidak? Lagi pula, data tersebut tidak akan di-disclose begitu saja, karena tidak ada kepentingan untuk disclose data tersebut," tuturnya.
Apalagi, lanjut Poltak, struktur dan pendanaan di dalam startup berbeda antara yang satu dengan lainnya. Faktor senioritas pun umumnya menjadi faktor penentu langkah yang akan diambil di dalam sebuah startup.
"Memang beda dari perusahaan biasa. Kalau perusahaan biasa kelas investornya sama semua. Sedangkan di startup tidak sama," jelas Poltak.
Pendiri, paparnya, memiliki peranan sentral, karena menjadi satu-satunya yang paling tahu genetik dari startup tersebut. Banyak investor justru berminat masuk karena adanya sosok pendiri.
"Founder adalah penengah yang bisa melihat visi masing-masing investor. Meski valuasi sahamnya tidak besar, founder tetap memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan dan menentukan karakter startup-nya," beber Poltak.
Contoh konkretnya adalah Jack Ma, yang merupakan pendiri Alibaba. Meski kepemilikan sahamnya di startup berbasis teknologi besar asal Tiongkok itu hanya sekitar 7 %, dia tetap memegang kendali pengambilan keputusan dan penengah bagi para investornya.
Padahal, pemegang saham terbesar di Alibaba adalah Softbank, investor asal Jepang, yang menguasai sekitar 29 %. "Dan Jack Ma tetap menjadi figur penting di Alibaba sampai sekarang," cetusnya. (Yaspen Martinus)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Investor Asing di Startup Indonesia Sangat Wajar,
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News