kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.951.000   23.000   1,19%
  • USD/IDR 16.317   81,00   0,50%
  • IDX 7.181   -23,67   -0,33%
  • KOMPAS100 1.046   -4,29   -0,41%
  • LQ45 805   -3,17   -0,39%
  • ISSI 232   -0,29   -0,13%
  • IDX30 417   -1,54   -0,37%
  • IDXHIDIV20 487   -3,20   -0,65%
  • IDX80 118   -0,44   -0,37%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 134   -0,69   -0,51%

Pengamat migas: Semakin sulit mencapai target produksi minyak 1 juta bpd di 2030


Jumat, 09 Juli 2021 / 06:30 WIB
Pengamat migas: Semakin sulit mencapai target produksi minyak 1 juta bpd di 2030
ILUSTRASI. Eksplorasi minyak mentah


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi minyak mentah Indonesia semakin turun . Berdasarkan data SKK Migas, per-Juni 2021 rata-rata produksi minyak sudah di bawah 700.000 barel per hari. 

Penurunan volume produksi diikuti dengan turunnya realisasi pemboran eksplorasi. Hal ini membuat sejumlah pihak meragukan target produksi 1 juta barel minyak di 2030. Salah satunya, praktisi migas yang juga mantan Kepala SKK Migas, Rudy Rubiandini.

Rudy menilai target 1 juta barel per hari  bisa saja tercapai, dengan catatan tidak menggunakan timeline waktu seperti saat ini. "Kalau di 2030 yang hanya tersisa 8 tahun saja, target ini tidak mungkin karena proyek yang on stream tidak ada yang bisa mendongkrak produksi," ujarnya dalam webinar, Kamis (8/7).

Rudy bilang, untuk mengetahui produksi migas dalam beberapa tahun mendatang, maka cukup dilihat proyek yang sedang berjalan saat ini. "Memang faktanya Indonesia tidak mempunyai rencana yang dapat meningkatkan produksi signifikan," ujarnya.

Baca Juga: SKK Migas: Proyek Tangguh Train 3 berpotensi mundur ke 2022

Adapun bila mencari dari basis lain yang baru dari kegiatan eksplorasi dan semisal anggap saja berhasil ditemukan giant field, kemungkinan baru bisa menghasilkan minyak 20 tahun hingga 30 tahun mendatang.

Namun, Rudy melihat, hal ini akan sulit didapatkan saat ini karena masih banyak faktor yang membuat investor global enggan masuk ke Indonesia.

"Saat ini sulit bagi pengusaha migas internasional besar yang memiliki banyak uang untuk mau datang ke Indonesia dalam waktu dekat. Mereka menimbang dari beberapa aspek, mulai dari segi teknis, administratif, maupun politis di dalam negeri," ujarnya.

Menurut Rudy, satu-satunya cara untuk bisa meningkatkan minat investor ke Indonesia adalah dengan membuat investasi yang atraktif.

"Satu-satunya cara untuk bisa atraktif, SKK Migas harus diberikan kekuasaan penuh untuk menentukan apapun terutama penentuan berapa persen bagi hasil (split). Ini harus menjadi hak prerogatif SKK Migas," kata Rudy.

Ia menyebutkan, banyak orang di SKK Migas yang pintar menghitung keekonomian dan split yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya upaya ini, investor dari luar akan banyak datang ke dalam negeri.

"Namun, masalahnya, siapa yang kemudian berani mengubah kewenangan ini? Selama ini tidak terjadi, mimpi untuk mencapai 1 juta barel bisa jadi hanya benar-benar menjadi mimpi," tandasnya.

Baca Juga: Harga minyak mentah Indonesia (ICP) naik, ini dampaknya ke sektor hulu migas

Nanang Abdul Manaf, Tenaga Ahli Komisi Pengawas SKK Migas Bidang Operasional mengatakan, ketika tim SKK Migas mencanangkan rencana jangka panjang bahwa pada 2030 ingin mencapai produksi 1 juta barel minyak, tentu punya sumber dan data yang yang sudah diperhitungkan.

"Ada 4 faktor yang membuat target tersebut bisa tercapai. Pertama, dari sumber eksisting harus dijaga supaya produksi tidak turun tajam. Memang tidak signifikan mendongkrak produksi, tetapi dapat mempertahankan decline," jelasnya dalam kesempatan yang sama.

Kedua, meningkatkan iklim investasi melalui pendekatan fiskal. Ketiga, kepastian regulasi dengan menghormati kontrak sampai batas akhir, tidak ada kriminalisasi masalah perdata dan kepastian dapat menjalankan program kegiatan di lapangan.

Kemudian poin terakhir adalah stabilitas politik dan keamanan. Dalam hal ini, jaminan keamanan dalam melakukan seluruh aktivitas migas di lapangan.

"Sebelum investasi, tentunya investor banyak melihat pertimbangan seperti bagaimana prospektifnya, dari segi fiskal apakah insentif diberikan, bagaimana pemerintah menghormati kontrak, dan sebagainya. Jadi yang namanya investor tidak punya loyalitas sepanjang bisnisnya aman tergaransi, maka mereka akan investasi," pungkas Nanang.

Selanjutnya: SKK Migas percepat perizinan demi kejar investasi hulu US$ 200 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×