kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Opsi perluasan stimulus harga gas bisa membawa sejumlah manfaat


Jumat, 25 Juni 2021 / 20:00 WIB
Pengamat: Opsi perluasan stimulus harga gas bisa membawa sejumlah manfaat
ILUSTRASI. Aktivitas karyawan?Perusahaan Gas Negara.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian tengah mengajukan perluasan implementasi gas US$ 6 per mmbtu kepada 13 sektor industri tambahan. Sektor industri yang disasar dalam usulan perluasan tersebut meliputi  industri ban, makanan dan minuman, pulp dan kertas, logam, permesinan, otomotif, karet remah, refraktori, elektronika, plastik fleksibel, farmasi, semen, dan asam amino. 

Dengan begitu, andaikata usulan ini diterima, ke-13 sektor tersebut bakal menggenapi 7 sektor industri penerima stimulus harga gas industri US$ 6 per mmbtu sebelumnya, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

“Jadi tidak hanya untuk 7 sektor industri saja, tetapi juga bisa diimplementasikan pada sektor industri lainnya. Kami sudah mengajukan agar dapat diperluas ke 13 sektor industri untuk mendapatkan harga gas US$ 6 dolar/MMBTU," jelasnya Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fridy Juwono dalam webinar Indonesian Gas Society, Kamis (24/6)

Baca Juga: Industri otomotif sambut wacana perluasan implementasi stimulus gas US$ 6 per mmbtu

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki menilai, perluasan implementasi harga gas industri US$ 6 per mmbtu berpotensi membawa sejumlah manfaat. Menurut Yayan, harga gas industri yang lebih murah, yakni US$ bisa membuat biaya produksi ke 13 sektor menjadi lebih murah. 

Hal ini pada gilirannya berpotensi memberi multiplier effect berupa penurunan biaya produksi yang lebih murah pada rantai-rantai pasok di bawahnya (tingkat antara dan hilir). Dengan begitu, harga jual produk akhir di tingkat hilir menjadi lebih murah, sehingga mendorong konsumsi masyarakat.

Kondisi ini menurut Yayan bisa berdampak positif bagi perekonomian nasional dan membawa efek gulir positif lain. Mengurangi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), misalnya. 

“Kalau biaya energi sedikit dihemat, berapa Industri yang bisa bertahan likuiditasnya untuk mempertahankan Tenaga Kerja agar tidak di PHK,” ujar Yayan saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (25/6).

Baca Juga: Elnusa (ELSA) lakukan sejumlah strategi ini untuk jaga opersional di tengah pandemi

Yayan tidak menampik, opsi perluasan stimulus US$ 6 per mmbtu ke 13 sektor tambahan bisa memberatkan kondisi keuangan atau likuiditas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) selaku penyalur gas kepada pengguna gas industri. 

Oleh karenanya, Yayan menyarankan agar PGN berupaya meningkatkan manajemen operasional perusahaan untuk menjaga likuiditas. Yayan tidak menyarankan opsi pemberian subsidi oleh pemerintah kepada PGN dalam perluasan harga gas US$ 6 per mmbtu ke 13 sektor tambahan, semisal kebijakan ini jadi direalisasi nanti.

“Pada saat ini diharapkan BUMN jangan terlalu mengandalkan subsidi Karena Kinerja fiskal kita memang sangat berat,” terang Yayan.

Untuk diketahui, mengintip Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, Badan usaha yang menyalurkan Gas Bumi kepada pengguna Gas Bumi di 7 sektor (penerima stimulus gas US$ 6 per mmbtu) bisa diberikan insentif secara proporsional. Hal ini diatur dalam Pasal 13 beleid tersebut.

Kinerja bottom line PGN sendiri tidak begitu baik pada sepanjang tahun 2020 lalu, menyusul pemberlakukan stimulus harga gas US$ 6 per mmbtu. Mengutip laporan keuangan tahunan PGN, perusahaan gas pelat merah tersebut membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias rugi bersih sebesar US$ 264,77 juta di tahun 2020. Padahal, sebelumnya PGN berhasil mengantongi laba bersih US$ 67,58 juta di sepanjang tahun 2019.

Meski begitu, merujuk kepada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, pihak PGN menjelaskan bahwa kerugian bersih yang dibukukan di tahun 2020 disebabkan oleh sengketa pajak periode tahun 2012-2013 yang mengakibatkan adanya beban provisi atas sengketa pajak sebesar US$ 278,3 juta dan penurunan (impairment) aset di sektor minyak dan gas sebesar US$ 78,9 juta.

Selanjutnya: Insentif gas US$ 6 MMBTU belum terserap 100%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×