Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mobil penumpang tinggal menunggu waktu. Mulai Maret 2021 nanti, pemerintah berencana memberikan insentif berupa relaksasi PPnBM sebesar 100% pada 3 bulan pertama, 50% di 3 bulan kedua, dan 25% di 3 bulan ketiga dengan skema ditanggung pemerintah atau (DTP).
Target insentif ini menyasar segmen mobil dengan kapasitas sampai dengan 1500 cc, berkategori sedan dan 4x2, dengan local purchase di atas 70%. Pemberian insentif bertujuan untuk mendongkrak penjualan mobil dan menggairahkan industri otomotif nasional.
Insentif relaksasi PPnBM mendapat sorotan dari sejumlah pengamat. Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH), Ronny Boko mengatakan, regulasi insentif PPnBM yang tengah digodok perlu menjabarkan simulasi penghitungan insentif PPnBM secara jelas.
Ketiadaan simulasi penghitungan insentif relaksasi PPnBM mobil penumpang dalam regulasi berpotensi menimbulkan perbedaan tafsir antara wajib pajak (WP), dalam hal ini pelaku industri otomotif, dengan kantor pajak. “Di regulasi itu harus ada simulasinya, sehingga orang tidak menerka-nerka,” ujar Ronny saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/2).
Seperti diketahui, PPnBM merupakan salah satu dari beberapa komponen harga on the road pembelian mobil baru. Sedianya, konsumen dikenakan tarif PPnBM sebesar 10%-125% ketika melakukan pembelian mobil baru.
Baca Juga: AAUI harap potongan PPnBM mobil bisa kerek asuransi kendaraan bermotor
Ketentuan tarif tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33 Tahun 2017 tentang Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pemberian Pembebasan dari Pengenaan Pajak atas Pengenaan Penjualan atas Barang Mewah yang merupakan perubahan atas beleid sebelumnya yakni, PMK No. 64 Tahun 2014.
Jumlah PPnBM dihitung dengan cara mengalikan persentase tarif PPnBM dengan dasar pengenaan pajak atawa DPP. Menurut PMK No. 64 Tahun 2014, DPP merupakan jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Baik PMK No. 64 Tahun 2014 maupun PMK Nomor 33 Tahun 2017 tidak merinci pengertian istilah ‘harga jual’ yang dimaksud. Penjelasan lebih rinci soal ‘harga jual’ dapat ditemui dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM.
Menurut beleid tersebut, harga jual merupakan nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang tersebut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Di sinilah potensi perbedaan tafsir berpeluang muncul. Menurut Ronny, pengertian ‘biaya’ dalam penghitungan DPP berpotensi ditafsirkan secara berbeda-beda. Hal ini diperumit dengan banyaknya varian mobil yang ada di pasar otomotif domestik, sebab penghitungan biaya maupun DPP pada satu mobil yang sama, misal Avanza, dengan tipe yang berbeda bisa sangat beragam.
“Kadang-kadang menurut WP (sebuah variabel) bisa dilihat sebagai biaya, sehingga dapat dikurangkan (dalam skema insentif relaksasi), tapi menurut kantor pajak ini bukan biaya, jadi dispute-nya sering disitu, untuk DPP antara biaya dan non biaya,” terang Ronny.
Di sisi lain, efektivitas pemberian insentif PPnBM dalam mendongkrak kinerja industri otomotif nasional juga masih disangsikan. Pengamat Otomotif Bebin Djuana menilai, dampak pemberian insentif PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc < 1500, yaitu untuk kategori sedan dan 4x2 bisa jadi memiliki dampak yang tidak terlalu signifikan.
Menurutnya, kendaraan dengan spesifikasi cc di bawah 1500, yaitu kategori sedan dan 4x2 didominasi oleh kendaraan di rentang harga di bawah Rp 300 juta. Ceruk pasar untuk kendaraan pada rentang harga tersebut, kata Bebin, didominasi oleh kelompok konsumen yang terkena imbas negatif efek gulir pandemi Covid-19.
Makanya, Bebin menilai bahwa dampak pemberian insentif untuk segmen kendaraan tersebut bisa jadi tidak terlalu signifikan. Pemberian insentif PPnBM menurut Bebin akan lebih efektif apabila menyasar segmen kendaraan yang lebih luas dengan rentang harga yang lebih tinggi.
“Kalau (kriterianya) dilonggarkan, misalnya boleh menjangkau kendaraan yang nilainya sampai dengan Rp 500 juta. Ini kan kelas medium yang masih punya daya beli,” kata Bebin kepada Kontan.co.id, Selasa (16/2).
Di lain pihak, para pelaku otomotif masih cenderung enggan banyak berspekulasi soal insentif PPnBM. Regulasi berikut petunjuk teknis dan pelaksanaan (juklak dan juknis) yang belum terbit menjadi alasan dari sikap tersebut.
Head of 4W Brand Development & Marketing Research SIS, Harold Donnel mengatakan, pihaknya belum bisa mengungkap bagaimana proyeksi harga mobil-mobil Suzuki apabila insentif PPnBM sudah berlaku nanti.
“Yang pasti kita akan mengikuti juknis yang nanti akan diberikan. Kalau kemarin kan bahasanya baru insentif berapa persen berapa persen, tapi de facto juknisnya seperti apa regulasinya seperti apa kan belum ada,” ujar Harold kepada Kontan.co.id, Selasa (16/2).
Sikap serupa juga dijumpai pada Daihatsu. Divisi Marketing & Customer Relation PT Astra International-Daihatsu, Hendrayadi Lastiyoso mengatakan, pihaknya masih terus menghitung potensi perubahan/penurunan harga mobil Daihatsu setelah insentif PPnBM berlaku nanti. Hanya saja, ia mengaku belum bisa mengungkap bagaimana proyeksi perubahan harganya lantaran masih menunggu terbitnya regulasi juklak dan juknis.
“Kami masih sedang menghitung perubahan/penurunan price list baru nya berdasarkan price list saat ini. Tetapi sekali lagi, untuk implementasi pasti nya, kami masih akan menunggu juklak teknis nya keluar terlebih dahulu,” ucap Hendrayadi kepada Kontan.co.id, Selasa (16/2).
Meski begitu, pelaku industri otomotif cukup optimis bahwa pemberian insentif PPnBM bisa menggairahkan industri otomotif nasional. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto berharap, pembelian mobil dan produksi mobil bisa meningkat setelah insentif PPnBM diberlakukan.
“Untuk proyeksi dampaknya kita tunggu saja perkembangan di bulan-bulan mendatang,” kata Jongkie kepada KOntan.co.id, Minggu (14/2).
Direktur P2Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmadrin Noor menyampaikan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tengah mengkaji regulasi pemberian insentif PPnBM mobil penumpang. Nantinya, regulasi insentif PPnBM akan diterbitkan dalam bentuk PMK. “Kami juga sedang menunggu aturannya terbit, karena kajian kebijakan tersebut di BKF,” kata Neilmadrin kepada Kontan.co.id, Rabu (17/2).
Selanjutnya: Ada relaksasi PPnBM, simak rekomendasi analis untuk saham otomotif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News