kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat UGM: Selain cari cadangan minyak baru, perlu pengembangan energi alternatif


Minggu, 23 Februari 2020 / 20:05 WIB
Pengamat UGM: Selain cari cadangan minyak baru, perlu pengembangan energi alternatif
ILUSTRASI. Foto udara kawasan Kilang RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (24/1/2020). PT Pertamina (Persero) resmi menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak asal Abu Dhabi, ADNOC terkait pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan. A


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih menghadapi persoalan pada minimnya total cadangan minyak yang bisa berdampak pada ketahanan energi nasional di masa mendatang.

Asal tahu saja, belum lama ini Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, total cadangan minyak terbukti di Indonesia berada di bawah 3 miliar barel. Jumlah tersebut hanya mewakili 0,2% dari total cadangan minyak di dunia.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat, jika hanya dilihat dari perbandingan berskala global, cadangan minyak di Indonesia jelas kecil. Namun, sesungguhnya Indonesia tetap memiliki cadangan minyak yang melimpah.

Baca Juga: Menilik persoalan minimnya cadangan minyak Indonesia

Hanya saja, tantangannya adalah sebagian cadangan minyak tersebut berada di lokasi yang sulit seperti di lepas pantai atau laut dalam. Hal ini yang kemudian membuat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap cadangan minyak yang ada sulit dilakukan dengan maksimal.

“Untuk memperoleh cadangan minyak terbukti yang lebih banyak, dibutuhkan investasi yang besar dan penggunaan teknologi yang lebih canggih,” terang Fahmy, Minggu (23/2).

Menurutnya, upaya pencarian cadangan minyak baru jelas harus terus dilakukan oleh pemerintah dengan maksimal. Nilai investasi untuk kegiatan seperti itu pun diharapkan dapat terus meningkat dari waktu ke waktu.

Meski demikian, pemerintah juga dinilai perlu menyediakan alternatif sebagai substitusi minyak apabila kegiatan eksplorasi terhadap komoditas tersebut masih menemui kesulitan. Alternatif yang dimaksud adalah pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Fahmy menganggap, EBT bisa menjadi jalan keluar bagi pemerintah untuk terus menjamin ketahanan energi nasional. Salah satu bentuk pengembangan EBT yang bisa terus dilakukan pemerintah saat ini adalah implementasi B30.

Program bauran minyak solar dengan kelapa sawit sejak tahun lalu terbukti mampu mengurangi pengeluaran negara di sektor migas.

Baca Juga: Kementerian ESDM siap dorong pengajuan rencana pengembangan lapangan migas di 2020

Dengan adanya pengembangan energi alternatif, Fahmy berharap perlahan-lahan Indonesia bisa lepas dari ketergantungan minyak bumi, apalagi yang diperoleh dengan cara impor dari negara lain.

“Yang mesti dihindari adalah ketergantungan yang berlebih pada minyak tanpa adanya substitusi energi. Kalau itu terjadi, pasti jalannya adalah impor. Nanti ujung-ujungnya neraca dagang yang kena masalah,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×