Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan Tarif Batas Atas (TBA) tiket pesawat di Indonesia sudah waktunya direvisi. Apalagi menurutnya, saat ini acuan TBA yang digunakan adalah acuan tahun 2019.
"TBA sudah waktunya direvisi karena seharusnya direvisi setiap 3-6 bulan. Sekarang yang digunakan adalah TBA 2019 ditambah 10%, dan itu setara dengan TBA 2016," ungkap Gerry saat dihubungi Kontan, Kamis (18/7).
Ia menambahkan perubahan harga avtur dan kurs dolar membuat biaya per kursi yang tersedia per jam untuk Low Cost Carrier (LCC) naik menjadi Rp550 ribu-hingga Rp600 ribu per jam.
"Dimana kalau kita bandingkan di tahun 2016, biayanya masih Rp350 ribu sampai Rp 380 ribu per jam," tambahnya.
Baca Juga: Terkuak! Ini Komponen Biaya yang Membuat Tiket Maskapai di Indonesia Mahal
Ia juga menjelaskan bahwa maskapai menjual harga tiket disesuai dengan dua faktor yakni biaya total dan demand atau permintaan dari konsumen.
"Ya sekarang dengan harga segitu pada saat high season saja masih relatif penuh kok, berarti demandnya ada. Jangan lupa juga, bahwa sesuai survei di awal tahun 2024, 77% dari penumpang yang tersurvei, merasa harga tiket masih murah atau wajar. Hanya 23% yang merasa tiket mereka mahal atau sangat mahal," tutupnya.
Untuk diketahui, permintaan peninjauan ulang atas TBA dan Tarif Batas Bawah (TBB) ini berasal dari permintaan maskapai penerbangan melalui Indonesia National Air Carrier Association (INACA). Menurut INACA, tarif tiket harusnya diserahkan ke mekanisme pasar.
Baca Juga: Pemerintah Berupaya Turunkan Harga Tike Pesawat, Ini Catatan Pengamat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News