Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pengembang kawasan industri terus memperlebar bisnisnya. Prospek ekonomi tahun ini yang diprediksi lebih membuat pengembang kawasan industri terus ekspansi.
Salah satunya: PT Intiland Development Tbk. Perusahaan yang memiliki kode saham DILD akan terus membentangkan bisnis kawasan industrinya di Jawa Timur. Selain mengembangkan kawasan industri Ngoro Industrial Park, Intiland juga akan mengembangkan kawasan industri baru di bagian timur pulau Jawa tersebut.
Akuisisi lahan bahkan sudah mulai mereka lakukan sejak tahun 2014. Saat ini, perusahaan ini tercatat menguasai sekitar 150 hektare (ha) lahan.
Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modakl dan Investasi Intiland mengatakan, Intiland menargetkan bisa mendapatkan izin pengembangan kawasan industri seluas 500 ha di kawasan baru tersebut.
"Kami fokus pembebasan dulu. Izin pengembangannya belum kami peroleh," ujarnya, Selasa (21/2). Makanya, Intiland belum akan meluncurkan kawasan industri itu dalam waktu dekat.
Penjualan kawasan industri baru akan dilakukan jika lahan sudah bebas seluruhnya. Rencananya, Intiland akan menggandeng partner untuk mengembangkan kawasan industri baru tersebut.
Sembari menunggu lahan, Intiland fokus memasarkan lahan Ngoro. Tahun ini, mereka menargetkan bisa menjual 10 ha, meningkat dari penjualan 2016 yang hanya tujuh ha.
Di Ngoro, Intiland memiliki izin pengembangan kawasan industri seluas 500 ha. Saat ini, DILD telah berhasil membebaskan 450 ha, sisanya 50 ha ditargetkan selesai tahun ini. "Sejak diluncurkan kami sudah jual 400-an ha dan saat ini kita masih punya landbank 40 ha lagi," ujarnya.
Kata Archied, sebanyak 70% lahan di Ngoro dibeli oleh perusahaan asing seperti dari Jepang, Taiwan dan Korea, sementara 30% sisanya merupakan perusahaan lokal. Adapun tenant yang sudah mengisi kawasan industri ini bergerak di berbagai sektor antara lain: Unicarm, Tempo Scan, Mulia Keramik, Yakult dan banyak lagi.
Intiland menargetkan, pra penjualan atau marketing sales atas lahan industrinya tahun ini Rp 182 miliar, naik lebih dari dua kali lipat dari tahun 2016 sebesar Rp 81 miliar. Adapun harga lahan di sana tahun lalu dilego sekitar Rp 1,9 juta-Rp 2,2 juta per meter persegi (m2). "Tahun ini harganya juga masih seperti itu," ujar Archied.
Erlin Budiman, Investor Relation PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mengatakan, Surya Semesta mendapat tambahan modal pasca penjuakan saham jalan tol Cikopo-Palimanan senilai Rp 2,56 triliun ke PT Astratel Nusantara. "Dana itu untuk pengembangan kawasan industri Subang. Kami akan percepat pembebasan lahan di sana," kata Erlin.
SSIA menargetkan akuisisi lahan di Subang hingga 500 hektare (ha) tahun ini. Dengan begitu hingga akhir tahun SSIA akan menguasai 1.031 ha lahan. Per akhir tahun lalu, SSIA berhasil mengakuisisi 531 ha di kawasan tersebut.
SSIA saat ini tercatat masih memiliki landbank di Suryacipta Teknopark III Karawang seluas 150 ha. SSIA juga berencana membentuk perusahaan dengan pemilik lahan seluas 300 ha di Karawang.
Adapun Justini Omas, Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro mengatakan, Agung Podomoro masih fokus melakukan penjualan lahan Alam Makmur Indah tahun ini. Desember 2016, perusahaan ini telah melakukan perjanjian pengikatan jual beli atau PPJB dengan calon pembeli lahan seluas 216 ha tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News