kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembang properti dan konsumen dirugikan maraknya kasus pailit


Jumat, 18 September 2020 / 18:01 WIB
Pengembang properti dan konsumen dirugikan maraknya kasus pailit
ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah kantor (rukan) di Tangerang, Jumat (11/9/2020). Moody's Investors Service dalam laporan terbarunya menjelaskan bahwa guncangan kemampuan konsumsi yang dipicu pandemi Covid-19 akan mendorong kontraksi ekonomi dan men


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Namun sebagai pijakan hukum, lanjut Cornel, UU Kepailitan dan PKPU telah mengalami beragam ujian, khususnya berkaitan dengan tingkat efektivitasnya sebagai sumber hukum dalam penyelesaian kewajiban antara kreditur dan debitur di masyarakat.

Secara sederhana, kepailitan dikenal sebagai sarana yang dapat digunakan oleh para kreditur untuk memaksa debitur menyelesaikan kewajibannya, sementara sebaliknya PKPU merupakan sarana yang dapat digunakan bagi debitur untuk menyelamatkan usahanya dari ancaman kebangkrutan.

“Namun kenyataannya, dalam beberapa kasus, UU kepailitan dan PKPU justru digunakan oleh debitur sebagai sarana untuk menghindari pemenuhan kewajibannya terhadap para kreditur,” tegas Cornel.

Bagi perusahaan terbuka, Cornel menyoroti beberapa aspek kepatuhan hukum yang wajib dilakukan apabila mendapat gugatan pailit dari krediturnya, atau ketika mengajukan kepailitan sukarela.

Secara prosedur, debitur dimungkinkan mengajukan kepailitan sukarela karena sudah diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU. Kepailitan sukarela diperuntukkan bagi debitur yang secara sadar paham bahwa perusahaan berada dalam keadaan insolvent atau tidak memiliki dana untuk melunasi utang.

Mereka secara sukarela mengajukan permohonan pailit terhadap dirinya sendiri dengan tujuan agar melalui Pengadilan Niaga, seluruh kewajibannya kepada kreditur dapat diselesaikan.

Menurutnya, kepailitan sukarela seharusnya bukan merupakan sarana bagi debitur untuk menghindari penyelesaian kewajibannya kepada kreditur ketika dalam keadaan solvent.

Namun, Cornel mencatat ada beberapa kasus yang ditengarai merupakan kepailitan sukarela yang tujuannya justru untuk menghindari penyelesaian kewajibannya kepada krediturnya.

Baca Juga: REI: Sektor properti butuh dukungan pemerintah di tengah pandemi

“Kepailitan semu semacam ini jelas merupakan antitesis dari tujuan kepailitan sukarela yang diatur di dalam Undang-Undang Kepailitan,” tegasnya lebih lanjut.

Di sisi lain, Cornel juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi hutangnya kepada kreditur melalui Pengadilan Niaga, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya.

Modus lainnya yakni sengaja digunakan oleh distressed investors untuk mendapatkan aset suatu perusahaan yang mengalami masalah keuangan dengan harga yang murah.

Developer yang digugat pailit atau PKPU jelas mengalami kerugian dari berbagai sisi, termasuk materiil hingga runtuhnya kepercayaan pasar. Padahal, acap kali gugatan pailit tidak selalu mencerminkan kondisi riil dari perusahaan, tetapi lebih karena ulah oknum yang ingin menunggang kesempatan.

Selain kerugian bagi developer properti, permasalahan pailit juga bisa merugikan dan berdampak signifikan pada konsumen. Akibatnya konsumen harus melalui jalan berliku nan panjang untuk mendapatkan kepastian haknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×