kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengembangan kendaraan listrik harus sejalan dengan ketersediaan listrik berbasis EBT


Rabu, 18 November 2020 / 19:38 WIB
Pengembangan kendaraan listrik harus sejalan dengan ketersediaan listrik berbasis EBT
ILUSTRASI. PT Hyundai Motors Indonesia (HMI) resmi meluncurkan dua mobil listriknya, yakni Hyundai Ioniq EV dan Hyundai Kona EV.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia terus menggenjot program hijau dalam rangka mempercepat transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Salah satu program tersebut adalah pengembangan industri kendaraan listrik beserta infrastruktur penunjangnya.

Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebut, beberapa kontrak terkait proyek pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik telah ditandatangani.

Misalnya, perusahaan baterai Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) yang sepakat berkolaborasi dengan MIND ID untuk memproduksi baterai lithium di Indonesia. Selain itu, beberapa Agen Pemegang Merek (APM) mulai tertarik memasarkan produk mobil listrik di dalam negeri.

Pemerintah lewat Kementerian ESDM pun terus mendorong penambahan infrastruktur seperti Stasiun Penukaran Baterai Kendaaraan Listrik Umum (SPBKLU) maupun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Baca Juga: Kemenperin perkuat peran industri nasional di rantai nilai global

Saat ini, terdapat 9 unit SPBKLU yang beroperasi di Indonesia. Untuk SPKLU, saat ini terdapat 62 unit yang tersebar di 37 lokasi di Indonesia.

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Suryadarma menilai, maraknya upaya pengembangan kendaraan listrik sejalan dengan implementasi Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

“Kalau dilihat, upaya tersebut dilakukan supaya peran EBT dapat meningkat,” imbuh dia, Rabu (18/11).

Kendati begitu, pengembangan industri kendaraan listrik pada dasarnya merupakan urusan di sektor hilir energi terbarukan. Tanpa ada perbaikan di sektor hulu yang merupakan tempat sumber energi terbarukan itu didapat, upaya pengembangan dan pemanfaatan kendaraan listrik terasa sia-sia.

“Jika mobil listrik jalan, tapi listriknya mayoritaas masih dari batu bara percuma. Kalau mau jalan, hulunya juga mesti jalan,” ungkap Suryadarma.

Merujuk data Kementerian ESDM, peran EBT dalam bauran energi nasional memang masih minim. Hingga 2019, porsi bauran EBT baru mencapai 9,15%. Adapun mayoritas bauran energi nasional masih berasal dari batu bara sebesar 37,15%, minyak bumi 33,58%, dan gas bumi 20,12%.

Baca Juga: Perusahaan asing ramai-ramai jajaki pengembangan baterai mobil listrik di Indonesia

Sedangkan di 2025 nanti, pemerintah menargetkan total bauran EBT mencapai 23%. Namun, bila diperhatikan, mayoritas bauran energi nasional di tahun tersebut tetap didominasi oleh batu bara sebanyak 30%, kemudian minyak bumi 25% dan gas bumi 22%.

Suryadarma berpendapat, memang kehadiran kendaraan listrik tetap membawa dampak positif. Dalam hal ini, dapat terjadi peralihan dari bahan bakar minyak atau gas menjadi baterai atau listrik yang lebih ramah lingkungan.

Untuk membuat industri tersebut matang memang tidak mudah. Terlebih kualitas baterai kendaraan listrik sendiri masih menimbulkan perdebatan baik dari sisi efisiensi maupun keamanannya. Kembali lagi, pembenahan sumber listrik untuk kendaraan listrik tetap wajib dilakukan.

Oleh karena itu, ia menilai, pemerintah tidak bisa abai terhadap pekerjaan rumahnya dalam mempercepat pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik berbasis EBT.

“Selama ini proyek pembangkit EBT kerap terkendala izin, harga, dan mekanisme pengadaan proyek yang masih mengacu kepada peraturan menteri yang lama. Padahal, aturan tersebut sudah tidak lagi atraktif,” terang dia.

Baca Juga: ini yang dibahas dalam pertemuan menko Luhut dengan Donald Trump di AS

Beleid yang dimaksud adalah Permen ESDM No. 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang mengalami perubahan lewat Permen ESDM No. 4 Tahun 2020.

Suryadarma berharap, upaya pemerintah beserta stakeholder terkait untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait Harga Pembelian Listrik Energi Terbarukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dapat segera terwujud.

Perpres tersebut dinilai dapat menjadi stimulus daya tarik pengembangan pembangkit EBT di Indonesia yang selama ini kerap menghadapi berbagai kendala. ​“Perlu peran semua pihak di berbagai sektor untuk memajukan EBT di Indonesia,” tandas dia.

Selanjutnya: Hanya Rp 190 juta, lelang rumah sitaan bank di Bekasi ini segera berakhir

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×