kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembangan kendaraan listrik harus sejalan dengan ketersediaan listrik berbasis EBT


Rabu, 18 November 2020 / 19:38 WIB
Pengembangan kendaraan listrik harus sejalan dengan ketersediaan listrik berbasis EBT
ILUSTRASI. PT Hyundai Motors Indonesia (HMI) resmi meluncurkan dua mobil listriknya, yakni Hyundai Ioniq EV dan Hyundai Kona EV.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia terus menggenjot program hijau dalam rangka mempercepat transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Salah satu program tersebut adalah pengembangan industri kendaraan listrik beserta infrastruktur penunjangnya.

Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebut, beberapa kontrak terkait proyek pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik telah ditandatangani.

Misalnya, perusahaan baterai Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) yang sepakat berkolaborasi dengan MIND ID untuk memproduksi baterai lithium di Indonesia. Selain itu, beberapa Agen Pemegang Merek (APM) mulai tertarik memasarkan produk mobil listrik di dalam negeri.

Pemerintah lewat Kementerian ESDM pun terus mendorong penambahan infrastruktur seperti Stasiun Penukaran Baterai Kendaaraan Listrik Umum (SPBKLU) maupun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Baca Juga: Kemenperin perkuat peran industri nasional di rantai nilai global

Saat ini, terdapat 9 unit SPBKLU yang beroperasi di Indonesia. Untuk SPKLU, saat ini terdapat 62 unit yang tersebar di 37 lokasi di Indonesia.

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Suryadarma menilai, maraknya upaya pengembangan kendaraan listrik sejalan dengan implementasi Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

“Kalau dilihat, upaya tersebut dilakukan supaya peran EBT dapat meningkat,” imbuh dia, Rabu (18/11).

Kendati begitu, pengembangan industri kendaraan listrik pada dasarnya merupakan urusan di sektor hilir energi terbarukan. Tanpa ada perbaikan di sektor hulu yang merupakan tempat sumber energi terbarukan itu didapat, upaya pengembangan dan pemanfaatan kendaraan listrik terasa sia-sia.

“Jika mobil listrik jalan, tapi listriknya mayoritaas masih dari batu bara percuma. Kalau mau jalan, hulunya juga mesti jalan,” ungkap Suryadarma.

Merujuk data Kementerian ESDM, peran EBT dalam bauran energi nasional memang masih minim. Hingga 2019, porsi bauran EBT baru mencapai 9,15%. Adapun mayoritas bauran energi nasional masih berasal dari batu bara sebesar 37,15%, minyak bumi 33,58%, dan gas bumi 20,12%.

Baca Juga: Perusahaan asing ramai-ramai jajaki pengembangan baterai mobil listrik di Indonesia

Sedangkan di 2025 nanti, pemerintah menargetkan total bauran EBT mencapai 23%. Namun, bila diperhatikan, mayoritas bauran energi nasional di tahun tersebut tetap didominasi oleh batu bara sebanyak 30%, kemudian minyak bumi 25% dan gas bumi 22%.

Suryadarma berpendapat, memang kehadiran kendaraan listrik tetap membawa dampak positif. Dalam hal ini, dapat terjadi peralihan dari bahan bakar minyak atau gas menjadi baterai atau listrik yang lebih ramah lingkungan.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×