Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Logam Tanah Jarang (LTJ) alias Rare Earth Element (REE) menjadi sorotan publik tanah air dalam beberapa waktu terakhir. Sorotan itu kembali mencuat saat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhur Binsar Pandjaitan membahas potensi pengembangan LTJ untuk industri persenjataan bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Namun, pengolahan LTJ untuk pengembangan industri di dalam negeri tampaknya masih harus memerlukan waktu lama. Pasalnya, pemanfaatan LTJ di Indonesia masih di tahap awal dan masih banyak Pekerjaan Rumah yang mesti dikerjakan.
Ketua Umum Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI), STJ Budi Santoso mengungkapkan, penelitian dan usaha pengembangan LTJ di Indonesia sebagai komoditas yang berprospek tinggi untuk diusahakan, baru marak dikerjakan pada setengah dekade terakhir. Itu pun masih perlu studi lanjutan untuk penyusunan peta penyebaran dan inventarisasi potensi cadangan agar layak untuk ditindak lanjuti secara keekonomian atau industri.
Baca Juga: Limbah tambang sisa industri pertambangan bermanfaat lo! Ini rekomendasi Perhapi
"Dasar pentingnya adalah faktor keterdapatan dan keekonomisannya. Barangnya harus ada dan harus ekonomis. Jadi logisnya bisa ditambang dan diproses secara ekonomi," kata Budi kepada Kontan.co.id, Minggu (19/7).
Dari hasil kajian sejauh ini, keterdapatan LTJ di Indonesia umumnya sebagai mineral atau elemen ikutan dari sisa olahan komoditas mineral seperti timah, aluminium, nikel dan zirkon. Di samping inventarisasi potensi cadangan dan keekonomian bisnis, tantangan pengolahan LTJ di Indonesia ialah terkait teknologi pemrosesan.
"Belum lagi jika keterdapatannya berasosiasi dengan mineral atau unsur radioaktif, maka dari sisi peraturan yang harus dipenuhi akan jauh lebih kompleks" sambung Budi.
Sejauh ini pengembangan teknologi pemrosesan REE di Indonesia masih pada skala pilot plant mulai dari pengolahan raw material hingga menjadi beberapa produk logam-nya. Upaya ini, kata Budi, sedang dilakukan oleh Badang Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Pusat Penelitian dan Pengambangan Teknologi Minerba KESDM (tekMIRA).
Sementara dari sisi badan usaha, Budi mengatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang spesifik untuk komoditas LTJ masih belum ada. Tetapi bisa mengikuti IUP komoditas mineral induk seperti IUP timah, aluminium, dan nikel.
Baca Juga: China mengumumkan keringanan tarif baru untuk beberapa produk impor dari AS
Namun menurut Budi, PT Timah Tbk. merupakan satu-satunya perusahaan BUMN yang diketahui sedang melakukan kajian dan mendapatkan mandat dari pemerintah untuk terjun dalam bisnis pengembangan LTJ dari hulu hingga hilirnya.
Sebab, hingga saat ini LTJ dalam ikutan timah dinilai paling memungkinkan untuk dikembangkan. Merujuk yang disampaikan oleh Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, ada tiga sumber potensi LTJ yang telah diidentifikasi.
Pertama, dari pertambangan timah yang menghasilkan monasit (La, Ce, Nd, dll.). Kedua, dari tambang bauksit yang menghasilkan Yttrium (Y). Ketiga, dari nikel yang masih dalam kajian memiliki potensi Scandium (Sc).
Menurut Budi, jenis yang pertama paling memungkinkan untuk dikembangkan dan sudah banyak studi yang tersedia. "Sementara yang kedua dan ketiga relatif baru dan kemungkinan keekonomisannya masih tantangan," sebut Budi.
Dia pun mengungkapkan, masing-masing unsur dari LTJ ini memiliki potensi industri tersendiri. Misalnya, Scandium sebagai bahan komponen pesawat luar angkasa dan untuk industri perminyakan. Yttrium untuk pembuatan lampu LED, Lanthanum sebagai katalis dan unsur aditif di industri kaca, sedangkan Neodymium merupakan komponen penting dalam Electric Vehicle.
Baca Juga: Pendapatan naik tapi rugi, ini rekomendasi saham PT Timah (TINS)
Budi menilai, kajian lebih mendalam terkait pengembangan dan pemanfaatan LTJ ini masih perlu diakselerasi. Termasuk melalui penugasan kepada holding pertambangan BUMN, MIND ID atau PT Timah, bersama dengan Batan dan tekMIRA. Saat ini, pemerintah memang telah menyusun roadmap tentang LTJ. Namun, hal itu masih harus disempurnakan.
"Ada beberapa hal yang bisa dilengkapi misalnya inventarisasi sumberdaya dan cadangan secara lebih baik mengacu pada standar industri profesional. Penekanan pada pengembangan industri hilirnya yang hendaknya sampai pada end product atau user-nya dan itu disesuaikan dengan ketersediaan jenis REE yang secara ekonomis ada di Indonesia," kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News