Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemakaian plastik kerap menimbulkan masalah lantaran menjadi sampah yang sulit terurai dan cenderung tak ramah lingkungan. Salah satu penyumbang utama sampah plastik adalah kemasan, termasuk pula kemasan makanan dan minuman yang kita konsumsi sehari-hari.
Berdasarkan data University of California, Santa Barbara, yang menjadi referensi Kementerian Perindustrian RI, produksi plastik dari sektor kemasan secara global mencapai 161 juta ton.
Sementara merujuk pada catatan Indonesia Packaging Federation pada tahun 2020, penggunaan material kemasan di Tanah Air mayoritas didominasi plastik, sebesar 44%. Sisanya, sebesar 28% menggunakan paperboard dan 14% menggunakan kemasan plastik rigid/kaku.
Banyaknya sampah plastik di Indonesia juga tercermin dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, di mana produksi sampah plastik mencapai hingga 5,4 juta ton per tahun. Lagi-lagi, makanan dan minuman menempati urutan atas untuk penggunaan kantong plastik.
Baca Juga: Berupaya optimalkan pelayanan, BIMA meresmikan Grha Indraprasta
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) terus mendorong pelaku industri makanan dan minuman untuk mulai menggunakan kemasan yang ramah lingkungan.
Dalam keterangannya, Sabtu (27/11), Analis Kebijakan Ahli Utama Ditjen IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan pemerintah mengimbau untuk meminimalisir penggunaan plastik. “Sampah kemasan [plastik] banyak sekali dan sulit hancur. Kami sangat aware dengan kemasan makanan dan minuman,” katanya saat acara Webinar Foopak dengan tema “Is your business ready for the new wave of sustainable packaging trend?”.
Fokus Kemenperin tersebut juga memerhatikan bahwa 38% industri kecil menengah (IKM) bergerak di sektor pengolahan makanan. Jika dilihat dari evolusi kemasan, kata dia, kemasan awalnya menggunakan bahan baku dari sumber daya alam. Kemudian berkembang ke plastik yang lebih fleksibel namun ternyata menimbulkan masalah untuk lingkungan.
Bahkan, Gati menilai penerapan sampah plastik yang didaur ulang akan sulit untuk dijadikan kemasan produk makanan karena harus menerapkan aspek higienitas dan food grade. “Oleh karena itu untuk produk makanan kami mendorong kemasan yang ramah lingkungan,” katanya.
Dia memaparkan terdapat gerakan green living yang mendorong kemasan suatu produk dapat digunakan kembali. Dengan cara di-recycle dan reuse.
Baca Juga: Mega Manunggal Property (MMLP) telah serap capex sebesar Rp 500 miliar
Sebagai produsen kertas untuk makanan dan minuman, Foopak mendukung penggunaan kemasan yang ramah lingkungan. Benny Chiadarma, Product Manager Foopak, Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas mengatakan pihaknya menempuh perjalanan panjang untuk menghasilkan kertas kemasan yang teruji ramah lingkungan yaitu Foopak Bio Natura.
Dia mengemukakan Foopak membutuhkan dua tahun untuk riset bahan yang digunakan, tiga tahun untuk menyempurnakan teknik produksi. “Dan kami bangga menjadi produsen pertama di Indonesia dan dunia yang mengembangkan teknik coating untuk kertas bahan baku packaging makanan dan minuman,” katanya.
Dia menjelaskan Foopak Bio Natura juga menggunakan teknologi nano untuk menghasilkan kertas yang tahan air dan minyak.
Kini, selain Anomali Coffee, kertas Foopak Bio Natura pun telah dipakai perusahaan makanan dan minuman lainnya. Tak hanya di Indonesia, melainkan pula perusahaan makanan dan minuman negara lain, seperti gelas es krim untuk perusahaan di Amerika Serikat. “Sudah banyak pemilik merek makanan dan minuman besar di dunia yang gunakan kemasan ramah lingkungan, karena kita tahu bahayanya kemasan yang tidak ramah lingkungan, seperti plastik,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News