Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkumpulan Pengusaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) meminta laporan awal wajib tanam kembali diterapkan.
Sebelumnya, laporan awal menjadi syarat dalam mengajukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Perusahaan importir lama wajib melaporkan 10% tanam awal sementara importir baru sebesar 25% dari total wajib tanam 5% dari RIPH yang diajukan.
Baca Juga: Data Pangan BPS Jadi Acuan Kebijakan Pangan
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 38 tahun 2017. Namun, ketentuan tersebut dihilangkan dalam Permentan nomor 39 tahun 2019.
"Artinya siapapun bisa mengajukan RIPH, kalau dulu ada filter di sini," ujar Ketua II Pusbarindo Valentino usai rapat dengar pendapat umum di Komisi IV DPR, Senin (20/1).
Padahal filter diperlukan agar tidak ada perusahaan yang tidak benar ikut mengajukan impor. Tanpa adanya tanam awal, Kementerian Pertanian tidak akan dapat memastikan wajib tanam bisa berjalan.
Baca Juga: BPS catat inflasi pada Desember 2019 sebesar 0,34%
Bahkan Pusbarindo mengusulkan filter dibuat lebih besar. Untuk perusahaan baru yang mengajukan RIPH diharapkan dapat dibuat syarat yang lebih besar. "Kita usulkan juga, kalau perlu untuk perusahaan baru yang belum jelas komitmennya 50%," terang Valentino.
Dengan lapor awal, hasil wajib tanam meningkat. Tahun 2017 komitmen wajib tanam sebesar 38% naik pada tahun 2018 sebesar 42%, tetapi diperkirakan bisa turun signifikan bila aturan lapor awal dihilangkan.
Baca Juga: Ingin lepas dari kecanduan mi instan, simak tips berikut
Selain itu, perubahan aturan juga menyebabkan ketidakpastian di kalangan pelaku usaha. Peraturan dinilai seharusnya berkelanjutan.
Pasalnya pelaku usaha yang menjalankan wajib tanam telah berinvestasi. Mengingat produksi dari hasil wajib tanam harus digunakan untuk benih, pelaku usaha telah membuat gudang benih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News