Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.
Gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal I/2020 yang hanya tumbuh sebesar 2.97 persen. “Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi,” ungkapnya.
Jika pada kuartal kedua, pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar sebagaimana dilakukan negara-negara lain yang mengalokasikan belanja Covid-19 lebih hingga di atas 2 persen dari PDB, kemungkinan kontraksi ekonomi dan arus PHK akan berlanjut.
Baca Juga: Ekspor batubara wajib kapal nasional, simak rekomendasi analis untuk emiten pelayaran
“Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas,” ucapnya.
Ketua umum DPP Organda Andre Djokosoetono mendorong agar pemerintah mengkaji kembali program restrukturisasi kredit. Menurutnya, tidak semua pengusaha transportasi darat yang mendapatkan fasilitas ini.
Hanya pengusaha dengan armada dalam jumlah terbatas yang bisa memperoleh. Padahal, pengusaha dengan jumlah armada besar pun kesulitan di tengah pandemi ini. Umumnya, perusahaan - perusahaan ini mempekerjakan pegawai dalam jumlah besar.
“Yang unik di transportasi darat adalah UMKM. Ada 2 jenis UMKM di sektor transportasi darat: pertama adalah UMKM yang seutuhnya independen seperti angkot, angling, dan lainnya. Tetapi ada UMKM jenis kedua, yaitu yang bernaung dibawah perusahaan besar bahkan regional, yaitu perusahaan aplikasi. Jika UMKM jenis kedua ini mendapatkan kemudahan maka juga perlu diperhatikan perusahaan nasional walaupun bukan UMKM.”
"Kami minta insentif diperluas dan lebih merata. Jika kondisi in terus berlangsung, perusahaan transportasi umum hanya bisa bertahan 1-2 bulan," ujar Andre.
Baca Juga: Wajib kapal nasional untuk ekspor batubara, ini kata INSA
Sementara itu ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Mohamad Faisal mengatakan, tidak hanya pemerintah pusat namun sudah saatnya Bank Sentral ikut aktif berperan membantu krisis pandemi Covid-19 secara nyata dengan mengucurkan likuiditas kepada sektor-sektor ekonomi.
“Paling ektrem ya bisa dilakukan dengan mencetak uang. Tapi karena kondisi saat ini saya kira itu tidak salah dilakukan selama resikonya terukur. Apalagi sebelum masa pandemi Covid terjadi di dalam negeri masih keurangan likuiditas,” ungkapnya.
Dia menjelaskan porsi GDP nasional hanya sekitar 40% dari jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga saat ini dibutuhkan banyak uang yang dalam bentuk cash. Dia menambahkan, Bank Sentral harus out of the box ikut andil menyelamatkan perekonomian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News