kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.555.000   9.000   0,58%
  • USD/IDR 16.190   15,00   0,09%
  • IDX 7.089   24,28   0,34%
  • KOMPAS100 1.050   2,99   0,29%
  • LQ45 820   -0,96   -0,12%
  • ISSI 212   2,00   0,95%
  • IDX30 421   -0,80   -0,19%
  • IDXHIDIV20 504   -0,45   -0,09%
  • IDX80 120   0,40   0,33%
  • IDXV30 124   0,56   0,46%
  • IDXQ30 139   -0,48   -0,34%

Pengusaha Ekspor Impor Keluhkan Minimnya Infrastruktur di Pelabuhan


Kamis, 20 Agustus 2009 / 07:46 WIB
Pengusaha Ekspor Impor Keluhkan Minimnya Infrastruktur di Pelabuhan


Reporter: Asnil Bambani Amri |


JAKARTA. Pengusaha ekspor impor mengeluhkan minimnya infrastruktur dan pelayanan di berbagai pelabuhan Indonesia. Hal itu menyebabkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) pada kegiatan ekspor impor, sehingga menurunkan daya saing produk asal Indonesia.

Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro bilan, selama ini pengusaha kerap mengeluarkan biaya lebih akibat tidak lancarnya arus barang di pelabuhan. "Biaya tinggi tidak hanya pungutan liar saja," kata Toto di Jakarta, kemarin (19/8).

Akibat tidak lancarnya arus barang tersebut, kerap terjadi penumpukan barang di pelabuhan. Hasilnya, pengusaha terpaksa menginapkan barang lebih lama di pelabuhan. Otomatis, pengusaha harus mengeluarkan duit tambahan untuk membayar biaya gudang dan transportasi untuk mengeluarkan barang di hari berikutnya.

Selain itu, biaya operasional di pelabuhan di Indonesia masih yang tertinggi di Asia Tenggara, bahkan di Asia. Sebagai perbandingan, biaya penanganan kontainer atawa container handling di pelabuhan Thailand hanya US$ 42 per kontainer. "Sementara di Indonesia bisa mencapai US$ 80," ungkap Toto.

Tambah lagi, jam operasional administrasi pelabuhan terbatas cuma sampai pukul lima sore. Hal ini seringkali membuat pengusaha tidak bisa mendapatkan dokumen yang diperlukan dari pelabuhan sehingga mereka kesulitan mengeluarkan barang hari itu juga. "Kalau barang datang lewat jam lima sore, kantor pelayanan sudah tutup sehingga barang terpaksa menginap di pelabuhan," keluh Toto.

Pemerintah mengakui, kegiatan ekspor impor masih terkendala ekonomi biaya tinggi. "Ini merupakan isu utama untuk meningkatkan daya saing produk kita," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida.

Departemen Perdagangan mengakui saat ini produk dalam negeri sulit berkompetisi di tingkat dunia. Bahkan, daya saing Indonesia masih berada di bawah India, China, Malaysia, dan Thailand.

Untuk meningkatkan daya saing produk asal Indonesia, pemerintah berjanji akan memastikan kelancaran arus barang dan kesiapan dokumen dalam kegiatan ekspor impor. Salah satunya melalui penerapan sistem national single window (NSW).

Sistem NSW tersebut bakal diaplikasikan di pelabuhan-pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor impor di Indonesia. Asal tahu saja, 90% volume kargo ekspor impor Indonesia melalui pelabuhan. Dengan penerapan sistem itu, diharapkan ekonomi biaya tinggi akan hilang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×