kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Pengusaha hutan klaim manfaatkan hasil litbang untuk kelola lahan gambut


Minggu, 24 Oktober 2021 / 21:18 WIB
Pengusaha hutan klaim manfaatkan hasil litbang untuk kelola lahan gambut
ILUSTRASI. Ketua Umum APHI, Indroyono Soesilo


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha kehutanan dan perkebunan di Indonesia berupaya melakukan praktik terbaik untuk memastikan lahan gambut dapat dikelola secara berkelanjutan.

Pemanfaatan hasil litbang menjadi dasar untuk memastikan praktik terbaik pengelolaan gambut bisa dilakukan termasuk untuk pengelolaan tata air dan pemilihan spesies tanaman yang bisa dibudidayakan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo, yang juga Ketua Umum Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) mengungkapkan, tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan gambut di antaranya adalah soal cadangan air dan karbon, subsidensi, dan pencegahan kebakaran.

Selain itu berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Gambut No 71 tahun 2014 yang diperbarui dengan PP 57 tahun 2016 dan peraturan pelaksananya, muka air gambut dibatasi paling rendah 0,4 meter dari permukaan.

Baca Juga: Eddy Martono, Sekjen Gappki: Moratorium Belum Genjot Produktivitas

Terkait PP Gambut, menurut Indroyono, sebanyak 68 pemegang izin hutan tanaman yang  telah membuat dokumen pemulihan dengan luas areal mencakup 2,2 juta hektare dengan 5,669 unit titik pemantauan penataan dan 8.012 sekat kanal yang dibangun.

"Tujuan dari pengelolaan gambut untuk hutan tanaman adalah mengatur tinggi muka air agar gambut tetap lembap, bisa mencegah kebakaran dan subsidensi, namun tetap bisa optimal untuk pertumbuhan tanaman," katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (23/10).

Indroyono menyatakan pemantauan dan pengendalian di lapangan terus dilakukan untuk memastikan tinggi muka air dan karakter gambut.  Ia juga menambahkan pengendalian dan pemantauan tinggi muka air menjadi bagian dari penurunan emisi.

Menurut Indroyono, penerapan praktik terbaik pengelolaan gambut oleh manajemen hutan tanaman diharapkan bisa mendukung tersedianya bahan baku kayu yang dibutuhkan untuk memasok industri di tanah air.

APHI menargetkan ekspor produk hasil hutan kayu dan non kayu bisa mencapai US$60 miliar di tahun 2045 dan menciptakan lapangan kerja langsung bagi 6,5 juta orang.

Sementara itu peneliti dari Sinar Mas Forestry Corporate R&D, Budi Tjahjono menjelaskan, untuk mengimplementasikan praktik terbaik pengelolaan gambut, pihaknya melakukan penelitian untuk pengembangan spesies tanaman alternatif selain Acacia crassicarpa.

"Penelitian dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, UGM, dan Deltares," katanya.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Siak dengan 14  percobaan. Spesies tanaman yang diteliti di antaranya adalah balangeran (Shorea balangeran), gelam (Melaleuca leucadendra), geronggang (Cratoxylon arborescens), dan terentang (Camnosperma coriaceum).

Spesies tanaman yang dicari adalah memiliki pertumbuhan yang cepat dan karateristik serat yang sesuai dan lebih tahan basah, dengan muka air paling rendah antara 0-0,25 meter dari permukaan.

Menurut Budi, dengan tinggi muka air tersebut tanaman yang dimafaatkan saat ini, Acacia crassicarpa memang masih bisa tumbuh cepat pada usia 0-6 bulan. Namun kemudian melambat dengan tingkat kematian yang tinggi.

Sementara spesies lain seperti balangeran, gelam, dan geronggang masih bisa tumbuh dengan relatif baik.

Budi juga mengungkapkan, pihaknya bersama KLHK juga melakukan penelitian perbenihan dan pembibitan untuk spesies-spesies alternatif tersebut.

Hasilnya, balangeran dan geronggang sudah bisa diperbanyak dengan memanfaatkan teknologi tissue culture sehingga menjamin kualitas pohon yang dihasilkan.

Baca Juga: Total lahan yang tersertifikasi ISPO mencapai 4,53 juta ha hingga Maret 2021

Dari hasil penelitian, kata Budi, balangeran dan gelam potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman alternatif di hutan tanaman karena memiliki produktivitas relatif tinggi di area basah, mencapai masing-masing 45,8 m3/ha dan  39,77 m3/ha setelah 4 th. 

Meskipun ini belum sebanding dg produktivitas Acacia crassicarpa di area gambut normal yg bisa mencapai 120 m3/ ha pada umur 4 th.

Sementara itu pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bandung Sahari menyatakan pelaku usaha perkebunan sawit juga berkomitmen untuk menerapkan pengelolaan gambut terbaik. 

Dia menyatakan pemanfaatan gambut untuk perkebunan sawit berkelanjutan telah terbukti salah satunya di Labuanbatu, Sumatera Utara, yang telah berusia lebih dari 100 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×