Reporter: Petrus Dabu | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) meminta agar pungutan Profisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dihapus untuk hutan tanaman industri. PSDH lebih tepat untuk hutan alam.
"PSDH itu kalau lihat definisinya itu kan pengganti nilai tegakan, lho itu kan tegakannya dibangun swasta, bukan hutan alam, jadi menurut kami PSDH itu tidak tepat untuk hutan tanaman," ujar Ketua APHI, Nana Suparna, akhir pekan lalu (11/4).
Seperti diketahui, pada 15 Maret 2014, pemerintah menerbitkan PP No 12 tahun 2014 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.
Dalam aturan tersebut, besaran pungutan untuk PSDH kayu untuk pemegang konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) adalah 6% dikali harga patokan (dalam meter kubik). Dalam ketentuan sebelumnya, tarif IUPHHK-HT adalah 5% dikali harga patokan (dalam ton).
Menurut hitungan APHI, kenaikannya mencapai 20%. Menurut Nana, kenaikan tersebut bisa bertambah lagi ketika pemerintah sudah menetapkan harga patokan. Saat ini, harga patokan belum ditetapkan pemerintah.
Selain menolak adanya IUPHHK-HT, APHI juga meminta pemerintah menghapus pungutan mengenai Penggantian Nilai Tegakan (PNT). Dalam peraturan pemerintah tersebut, besaran PNT adalah 100% dikali harga patokan."Kami usulan tidak ada pengganti nilai tegakan," tandasnya.
Asosiasi juga meminta agar menurunkan besaran pungutan Dana Reboisasi (DR) untuk Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Dalam PP No 12 tahun 2014 itu, besaran DR KBK adalah dengan ukuran kurang dari 30 cm adalah US$ 4 naik dua kali lipat dari sebelumnya yang hanya US$ 2. "DR untuk KBK itu naiknya dua kali lipat, ini terlalu berat bagi kami," ujarnya.
Menanggapi keberatan pengusaha ini, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bambang Hendroyono mengatakan pemerintah belum akan merevisi PP tersebut. "Jalan saja dulu, sambil kita evaluasi," ujarnya.
Bambang mengatakan pemerintah akan mencari insentif lain pagi pengusaha sebagai kompensasi atas kenaikan sejumlah pungutan, misalnya dalam bentuk izin ekspor kayu log dan kemudahan perizinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News