Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Kehutanan menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang jenis penerimaan negara bukan pajak. Salah satu pasalnya, mengatur mengenai pungutan usaha pemanfaatan air dalam kawasan hutan konservasi dan pungutan usaha pemanfaatan energi air dalam kawasan konservasi. Pihak Kemenhut mengatakan hal ini dilakukan untuk menjaga dan melindung sumber daya air.
Hadi Daryanto, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan mengatakan bahwa tujuan ditetapkannya pungutan itu secara umum adalah untuk menjalankan jasa hutan di bagian jasa tata air. "Saat ini kan sudah jalan jasa-jasa hutan yaitu, jasa keindahan alam, jasa pasar karbon, jasa biodiversitas. Semua itu ada pungutannya, tinggal jasa tata air yang belum, maka kami tarik pungutan," ujar Hadi pada KONTAN, Minggu (16/3).
Ia menambahkan bahwa pungutan itu digunakan untuk biaya reboisasi, menjaga agar sumber air dapat terus mengalir. "Selain itu kami mau menertibkan banyak pihak-pihak yang diam-diam bikin sumur diam-diam. Itu harus ada ijinnya kepada negara," terang Hadi.
Ia mengatakan pihak yang diam-diam bikin sumur itu adalah warga setempat yang ingin ambil air. Ia juga mengatakan, sejauh ini tidak ada perusahaan air minum yang memanfaatkan hutan konservasi untuk produksi air minum dalam kemasan. "Mereka bikin sumur di bawah hutan konservasi. Tapi ke depan, mereka harus urus izinnya," ujar Hadi.
Ia mengatakan pungutan ini tidak akan memberatkan perusahaan air minum dalam kemasan. Malahan bisa membuat perusahaan AMDK bisa lebih berkembang, karena pemerintah punya kas tambahan dari pos jasa tata air untuk merawat sumber mata air.
Sementara Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) belum bisa dihubungi oleh KONTAN. Telpon dan pesan singkat yang dilontarkan KONTAN tidak direspon oleh pihak Aspadin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News