Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Pengusaha menilai, penggabungan administrasi ekspor dan impor perikanan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan terbilang ganjil.
Karantina ikan berfungsi untuk mengawasi masuknya penyakit ikan dari negara lain; sehingga badan ini bekerja jika terjadi impor nener atau benih ikan dari negara lain. Sedangkan standarisasi pengendalian mutu berfungsi untuk meningkatkan daya saing dari Indonesia ketika melakukan ekspor dan menyesuaikan dengan standar mutu negara tujuan.
”Ini berbeda tugasnya, saya heran kenapa harus disatukan,” kata Iwan Sutanto, Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI).
Menurut Iwan, jika dirinya impor benih udang maka hubungannya adalah dengan badan karantina untuk memeriksa penyakit ikan. Namun, ketika udang dibudidayakan dan dikembangkan di dalam negeri kemudian diolah maka hubungannya dengan standar dan pengendalian mutu. ”Nah ini berbeda,” jelasnya.
Menurut Iwan, untuk ekspor yang bekerja adalah instansi standar dan pengendalian mutu yang akan menyesuaikan dengan tujuan ekspor. Sedangkan jika Indonesia ekspor ikan ke Amerika Serikat (AS), maka instansi standar dan pengendalian mutu itu harus mempersiapkan kebutuhan standar yang diinginkan oleh AS.
”Harusnya fungsi karantina tidak ketat mengatur produk ekspor juga tapi mengatur impornya,” kata Iwan.
Sekadar kilas balik, pemerintah memang berencana mengabungkan adminitrasi perizinan karantina ikan dengan standar dan pengendalian mutu ikan. Saat ini, untuk aktifitas ekspor-impor ikan terutama yang hidup harus mengantongi dua sertifikat yakni sertifikat mutu dari Direktorat Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu dan sertifikat sehat bebas penyakit dari Badan Karantina Ikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News