kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.383.000 0,36%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Pengusaha Ritel Keberatan Atas Zonasi Penjualan Produk Tembakau di RPP Kesehatan


Rabu, 03 Juli 2024 / 17:16 WIB
Pengusaha Ritel Keberatan Atas Zonasi Penjualan Produk Tembakau di RPP Kesehatan
ILUSTRASI. Seorang sedang menata bungkusan rokok di sebuah warung kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Kamis (07/10). Pengusaha Ritel Keberatan Atas Zonasi Penjualan Produk Tembakau di RPP Kesehatan.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyatakan penolakan terhadap pasal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. 

Aturan ini dianggap mengancam kelangsungan usaha ritel dan merupakan pelaksana dari UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023.

Produk tembakau merupakan salah satu komoditas utama yang dijual di ritel, dengan kontribusi pendapatan yang signifikan. Pada tahun 2023, penjualan produk tembakau di ritel modern diperkirakan mencapai Rp40 triliun. 

Aturan ini, khususnya larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan dan tempat bermain anak, diprediksi dapat mengurangi pendapatan ritel lebih dari setengahnya.

Baca Juga: Dongkrak kinerja, Intanwijaya Internasional (INCI) Fokus Perluas Pangsa Pasar

Ketua Dewan Penasihat Hippindo, Tutum Rahanta, menilai aturan saat ini sudah memadai dan pelaku usaha telah mematuhinya. Ia mengkhawatirkan bahwa aturan baru ini akan menciptakan ketidakpastian dan menimbulkan peluang bagi pasar gelap.

"Aturan zonasi 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak akan menimbulkan bias dan ketidakpastian di lapangan," kata Tutum dalam keterangannya, Rabu (3/7). 

"Jika penjualan tembakau terganggu, pasar gelap bisa berkembang dan sulit dikendalikan," sambungnya.

Tutum menegaskan bahwa aturan baru ini bisa merugikan peritel, dan implementasinya berpotensi menimbulkan perdebatan dan ketidakpastian. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran akan penindakan petugas yang bisa merazia penjualan produk tembakau, yang dapat mengganggu kehidupan peritel.

Baca Juga: Incar Kenaikan Pendapatan, DMS Propertindo (KOTA) Terapkan Strategi Ini

"Pemerintah harus mempertimbangkan keberlangsungan usaha yang menyumbang penerimaan negara. Jangan hanya menikmati cukainya tanpa memikirkan kelangsungan usaha," tambahnya.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp213,48 triliun pada 2023. Aturan tembakau dalam RPP Kesehatan dianggap kontradiktif dengan kontribusi besar cukai terhadap penerimaan negara.

Meski Menteri Kesehatan menyatakan bahwa RPP Kesehatan akan disahkan pada bulan Juni, protes dan penolakan dari berbagai pemangku kepentingan terus bermunculan, termasuk terkait pasal larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.  

Selanjutnya: Yen Anjlok ke Level Terendah Dalam 38 Tahun, Pasar Menantang Otoritas Untuk Bertindak

Menarik Dibaca: Bikin Skin Barrier Rusak, Ini 4 Bahan Alami yang Tidak Boleh Dipakai di Wajah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×