Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina sampai saat ini belum melakukan penyesuaian harga untuk sejumlah produk Bahan Bakar Minyak (BBM) kendati harga minyak dunia terus mengalami tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.
Head Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengungkapkan, jika merujuk kepada Kepmen ESDM 62.K/12/MEM/2020 yang memuat formula harga BBM maka penyesuaian untuk produk BBM khususnya Pertalite dan Pertamax dimungkinkan untuk dilakukan.
Abra menilai, kondisi ini juga menjadi tanggung jawab Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendorong dilakukan penyesuaian harga. "Kementerian BUMN saya pikir memiliki tanggung jawab juga untuk melihat tingkat kemampuan dan juga kesehatan dari BUMN Pertamina," terang Abra kepada Kontan, Selasa (19/10).
Abra mengungkapkan, penyesuaian harga BBM oleh Pertamina memang tidak bisa dilihat hanya sebagai langkah korporasi semata. Kebijakan harga BBM dinilai erat kaitan dengan isu politis.
Baca Juga: Kenaikan harga minyak dorong penerimaan negara dari sektor hulu migas
Kendati demikian, jika tidak dilakukan penyesuaian maka kondisi Pertamina bisa semakin tertekan.
Abra melanjutkan, jika merujuk data pada 2019 maka penjualan Pertalite dan Premium mendominasi sekitar 80% total penjualan BBM dengan Pertalite jadi yang terbanyak mencapai 55%. Berbeda dengan Premium yang merupakan jenis BBM subsidi, harga Pertalite yang belum disesuaikan dianggap bisa memberatkan Pertamina.
Masih menurut Abra, jika merujuk pada penyesuaian yang telah dilakukan badan usaha lain maka masih ada ruang sekitar Rp 500 hingga Rp 1.000 untuk penyesuaian harga produk BBM Pertamina. Akan tetapi, besaran ini pun variatif bergantung pada sejumlah variabel pembentuk harga.
Belum lagi, ada komponen Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sehingga setiap daerah bisa memiliki besaran yang berbeda.
Baca Juga: Harga minyak mentah merangkak naik, harga BBM bakal naik?
Kenaikan harga minyak mentah pun dinilai bakal menambah Biaya Pokok Pengolahan (BPP) BBM oleh Pertamina. Tak hanya itu, dengan volume impor yang tinggi maka kondisi ini menjadi beban besar bagi Pertamina.
Abra mengungkapkan, tantangan bagi Pertamina turut datang dari sektor eksternal dimana pemenuhan kebutuhan dari crude impor mencapai 25% dari total kebutuhan crude yang diolah di Kilang Pertamina, dan impor BBM mencapai 29% dari total penjualan BBM Pertamina.
Potensi kenaikan volume impor dan harga minyak dinilai kian bebani BPP BBM oleh Pertamina. Tak hanya impor, kenaikan harga pun juga membayangi crude domestik. "Bukan hanya impor, crude domestik juga tinggi sehingga pasti jadi beban besar bagi Pertamina," ujar Abra.
Abra mengungkapkan, berbeda dengan pemenuhan batubara untuk PLN yang terlindungi dengan harga yang dipatok, Pertamina tidak mendapatkan kebijakan yang serupa terhadap kenaikan harga crude domestik.
Penyesuaian pun dinilai urgent untuk dilakukan, terlebih sejumlah badan usaha swasta pun sudah melakukan penyesuaian untuk produk BBM di atas Pertalite.
Selain itu, saat ini harga Indonesian Crude Price (ICP) pun telah melebihi asumsi pemerintah dalam APBN 2021 yang sebesar US$ 45 per barel. ICP per September 2021 tercatat sebesar US$ 72,20 per barel dan jumlah ini pun bahkan melebih asumsi dalam APBN 2022 yang sebesar US$ 63 per barel.
"Harga minyak mentah dunia diprediksi masih akan bertahan di atas US$ 70/barel akibat krisis energi yang mendorong kenaikan permintaan terhadap minyak," ungkap Abra.
Dengan potensi harga bertahan di level tersebut untuk waktu yang lama, maka Abra menilai perlu segera dilakukan penyesuaian harga untuk produk BBM Pertamina khususnya Pertalite yang mendominasi total penjualan BBM Pertamina.
Selanjutnya: Begini upaya SKK Migas menggeber investasi baru sampai akhir tahun nanti
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News